Jurnal Suficademic | Artikel No.104 | November 2023
SHALAWAT ITU “TAWASUL” KITA KEPADA ALLAH, VIA RUHANI PARA NABI DAN PEWARISNYA
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. Shalawat (الصلوات) adalah jamak/plural dari kata shalat (الصلاة). Secara bahasa, keduanya bermakna “doa”. Kita sering memaknai shalat dan shalawat sebagi dua hal berbeda. Padahal sama. Yang satu adalah doa/ibadah untuk tawasul (mendekatkan diri) kepada Allah. Satu lagi sebagai doa/ibadah tawasul kepada Rasulullah.
Keduanya sebenarnya satu. Dengan bertawasul kepada Nabi, kita menjadi dekat dengan Allah. Karena itu, dalam shalat pun yang notabenenya adalah untuk menyembah Allah yang Esa, itu ada “shalawat” (tawasul yang dilakukan secara jamak) kepada Muhammad dan Keluarganya.
Karena itu, ibadah shalat dan shalawat, adalah bentuk “tawasul” kita kepada Allah sekaligus dengan Rasulullah; juga dengan Keluarga Rasulullah. “Asyhadu an-la ilaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad”. Tawasul adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan cara menyambungkan “silsilah” ruhaniah kita dengan orang-orang terpuji, yang Allah dan malaikat-Nya pun memuji mereka.
Karena itu, di dalam shalat pun kita berusaha “bershalawat”, yaitu mengingat dan memuji (memperkuat rabithah dan zikir) terhadap sekumpulan orang suci. Dengan harapan, melalui tawasul, ruhani kita ikut menjadi suci dan tersambung dengan mereka. Otomatis, melalui itu jiwa kita akan dekat dan tersambung dengan Allah. “Tidak sah shalat kalau tidak bershalawat kepada Muhammad dan Keluarganya”, sebut Imam Syafi’i.
AALI MUHAMMAD (Keluarga Muhammad) dalam makna ruhani adalah semua keturunan suci atau “dzuriyat ideologis” dari Muhammad. Yang membawa DNA wahyu (mewarisi genetik Qurani); sehingga mereka menjadi imam, wali atau penguasa al-walayah ruhaniah. Mereka menjadi “tali”, wasilah atau satelit bagi siapapun yang ingin menembusi alam rabbaniah.
Jadi, dari kita sampai ke Muhammad, itu ada sanad satelit ruhaniah. Kepada mereka kita bershalawat. Bershalawat artinya “berwasilah” (menggabungkan ruhani dengan mereka, agar tercelup dalam rahmat Allah). Sebab, ada shalawat Allah dan para malaikat dalam diri mereka. “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab: 56).
BACA JUGA: “TALI ALLAH”, MENEMUKAN JARINGAN MEDIA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DENGAN ALLAH
Begitu juga dengan AALI IBRAHIM (Keluarga Ibrahim). Adalah semua jalur dzuriyat dan sanad spiritual sebelum Muhammad yang bersambung ke Ibrahim as. Mereka adalah para nabi, imam, rahib dan pendeta yang mewarisi kesucian spiritual Ibrahim as. Mereka semua adalah kiblat, atau sanad spiritual bagi umatnya. “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan” (QS. Al-baqarah: 148).
Sebelum Muhammad datang, merekalah pusat spiritualitas pada masing tempat dan zaman. Kepada merekalah umat sebelum Muhammad bershalawat (bertawasul dan menghadapkan wajah ruhaniah mereka), sehingga tersambung ruh ideologisnya ke Ibrahim as.
Keluarga Ibrahim, atau Keluarga Muhammad, adalah semua imam politik dan ruhani dari keturunannya yang “suci”. Bukan yang dhalim. Banyak keturunan Ibrahim yang dhalim, termasuk zionis Yahudi. Juga ada keturunan Muhammad yang aneh-aneh. Mereka tidak mendapat curahan shalawat dari Allah. Tidak bisa dijadikan sebagai “tali Allah” di muka bumi:
وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ
Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai IMAM bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tapi) Janjiku tidak berlaku bagi orang-orang (keturunanmu) yang dhalim” (QS. Al-Baqarah: 124).
Dari sini kemudian kita paham. Bahwa ibadah paling sentral dalam Islam itu adalah “tawasul”. Menyambungkan ruhani kita dengan Muhammad dan Keluarga Sucinya. Mereka juga para imam ruhani, anak cucu (dzuriyat) Ibrahim as. Karena itu, tersambung dengan Keluarga (dzuriyat suci) dari Muhammad, berarti tersambung dengan Muhammad. Tersambung dengan Muhammad, berarti otomatis tersambung dengan Ibrahim dan para nabi disegala zaman. “.. Kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala Aali Ibrahim, fil ‘aalamina innaka hamidum majid”.
Pada akhirnya, kita semua menjadi satu keluarga dengan Muhammad. Juga menjadi keluarganya Allah (Ahlullah). Karena itulah, banyak juga wali yang bukan dan tidak mesti dari dzuriyat Muhammad. Tapi mereka telah terserap dalam “nuriyyat” Muhammad.
Para wali adalah orang-orang yang sudah “daim” (berterusan) dalam shalat. Sudah tidak pernah terputus lagi dalam ibadah zikir/sholawat. Baik dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun berbaring. Baik pagi maupun petang. Siang dan malam, jiwa malakutnya baqa’ dalam shalawat.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.
#powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter: twitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2
Terima kasih