PENDIDIKAN KITA: SELAIN MAHAL, JUGA KELAMAAN?

Bagikan:

Jurnal Suficademic | Artikel No.109 | November 2023

PENDIDIKAN KITA: SELAIN MAHAL, JUGA KELAMAAN?
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. Suatu hari, seorang profesor mengajar mata kuliah bisnis. Topik hari itu tentang menghitung unit cost dari bisnis. Ini kejadiannya disebuah universitas entah berantah.

Dia memulai dengan sebuah pertanyaan: “Berapa SPP yang kalian bayar untuk belajar di universitas ini setiap semesternya?”

Ada 40 mahasiswa di kelas itu, dan menjawabnya secara beragam. Kemudian diketahui, rata-rata membayar 5 juta rupiah persemester.

Profesor kembali bertanya, “Menurut kalian, itu mahal atau murah?”

Mahasiswa menjawab. Ada yang mengatakan murah. Ada juga yang merasakan itu kemahalan.

Lalu si Profesor mengajak mahasiswa berpikir sambil melakukan hitung-hitungan.

Waktu Kuliah yang Terlalu Lama

“Sekarang begini”, kata Profesor memulai diskusi. “Ada berapa mata kuliah yang kalian ambil semester ini?”, tanya Profesor.

Mahasiswa menjawab, “Ada 7 Prof!”.

Profesor bertanya lagi, “Berapa lama kalian belajar selama 1 semester?”.

“4 bulan, Prof!”, jawab mahasiswa.

“Ok, kalian belajar 7 mata kuliah, selama 4 bulan, dan membayar sebanyak 5 juta rupiah. Berarti, kalian menghabiskan biaya untuk SPP sekitar 40 juta rupiah untuk total 8 semester, guna belajar sekitar 50an mata kuliah”, Profesor menerangkan.

“Apakah itu mahal atau murah, coba kita buat pembandingnya”, sebut Profesor.

Profesor melanjutkan, “Kuliah kalian yang setiap semester panjangnya 4 bulan, itu sebenarnya bisa disingkat menjadi 2 minggu. Setiap mata kuliah yang normalnya ada 16 kali atau 16 hari pertemuan, itu bisa dipadatkan cukup menjadi 2 hari saja”.

Profesor melanjutkan, “Kalau biasanya setiap pertemuan memerlukan waktu sekitar 1 jam, maka butuh 16 jam untuk belajar itu semua. Waktu 16 jam itu bisa dicapai dalam dua hari. Hari pertama 8 jam, hari kedua 8 jam. Maka dalam 2 hari, satu mata kuliah sudah selesai. Sehingga kalian tidak harus belajar sampai 4 bulan lamanya.”

Profesor meneruskan, “Jika satu mata kuliah hanya butuh 2 hari untuk belajar, sementara ada 7 mata kuliah dalam satu semester, maka hanya perlu 14 hari (2 minggu) untuk belajar itu semua”.

Profesor menambahkan, “Bayangkan, jika persemester hanya 2 minggu lamanya, sementara ada 8 semester untuk ditempuh, berarti kalian hanya butuh 16 minggu (4 bulan) untuk tamat kuliah. Sementara, saat ini, butuh 4 tahun untuk bisa selesai 8 semester. Bayangkan, betapa hematnya waktu. Dari pola 4 tahun yang umum berlaku sekarang, kalian sebenarnya bisa menamatkan kuliah hanya dalam 4 bulan!”

Profesor melanjutkan, “Itulah angka waktu tercepat, yang sebenarnya bisa dicapai untuk mendidik mahasiswa. Dari 4 tahun, bisa dipangkas menjadi 4 bulan. Oke, katakanlah setelah 4 bulan selesai belajar, kalian perlu magang untuk penerapan ilmu selama 4 bulan lagi. Ditambah latihan menulis ilmiah dalam bentuk skripsi selama 4 bulan selanjutnya. Berarti, dalam 12 bulan (1 tahun), kalian sudah tamat kuliah. Bisa hemat 3 tahun!”.

Profesor kemudian menyimpulkan, “Seandainya ini diterapkan, betapa efisiennya waktu belajar dan pencapaian gelar sarjana. Artinya, yang selama ini terjadi di Indonesia dan juga seluruh dunia, adalah sistem edukasi yang “wasting time”. Sesuatu yang bisa dicapai dalam 1 tahun, dibuat molor menjadi 4 tahun. Ada apa ini? “

Mahalnya Biaya Kuliah

Lalu si Profesor melanjutkan, “Bagaimana dengan biaya kuliah? Sekarang, jika setiap semester membayar SPP sebesar 5 juta, berarti kalian harus membayar total 40 juta untuk 8 semester. Apakah itu mahal atau murah?”.

Mahasiswa terdiam.

Profesor melanjutkan, “Sekarang kita lihat, berapa sebenarnya uang kuliah”.

Profesor menerangkan, “Saya kira, untuk setiap mata kuliah yang diambil, setiap mahasiswa bisa membayar dosen 100 ribu saja. Berarti, untuk 7 mata kuliah, mahasiswa hanya perlu mengeluarkan 700 ribu saja persemesternya; tidak harus sampai 5 juta. Untuk total 8 semester, berarti hanya menghabiskan sekitar 5 jutaan saja. Lihat, betapa murahnya biaya pendidikan. Sebenarnya, cukup hanya membayar 5 juta rupiah saja, dan itu setara dengan SPP satu semester, kalian sudah bisa kuliah sampai tamat menjadi sarjana. Artinya, kalian bisa hemat sampai 35 juta dari sisi biaya SPP”.

“Itulah angka biaya minimal yang sebenarnya patut dikeluarkan setiap mahasiswa untuk mencapai gelar sarjana”, sebut Profesor.

Lalu bagaimana dari sisi pendapatan dosen, orang yang langsung berhadapan untuk mengajari mahasiswa setiap harinya.

Profesor menjelaskan lagi, “Kalau setiap kelas ada 40 orang mahasiswa, dimana setiap mahasiswa membayar 100 ribu rupiah; berarti, seorang dosen memperoleh income sebesar 4 juta dari setiap mata kuliah. Kalau seorang dosen mengajar 5 mata kuliah persemester, berarti sudah ada pendapatan sebesar 20 juta. Nilai sebesar itu sudah membuat dosen sejahtera. Dan jumlah pendapatan sebesar itu diperoleh hanya dalam waktu 2 minggu, bukan dalam tempo 4 bulan. Itulah pendapatan yang seharusnya bisa diperoleh dosen setiap semesternya”.

“Begitulah gambaran efisiensi waktu dan biaya bagi mahasiswa dalam belajar, serta tingkat kesejahteraan yang diperoleh dosen, kalau pendidikan dikembalikan ke sistem yang sederhana”, kata Profesor.

Penutup

Di penghujung kuliah, seorang mahasiswa bertanya: “Jadi Prof, kenapa biaya kuliah bisa mahal sekali, dari seharusnya cuma 5 juta membengkak jadi 40 juta. Pun waktu belajarnya menjadi sangat panjang, dari normalnya hanya 4 bulan atau maksimal 1 tahun, menjadi 4 tahun?”

Si Profesor tidak menjelaskan secara rinci, hanya sepintas mengomentari sambil berlalu keluar dari ruangan:

“Itulah sistem birokrasi dan kapitalisme, semua jadi rumit dan panjang, juga kemahalan. Higher education is now completely a business. Ada komponen yang ditambah-tambah. Ada komponen yang memang rasional. Ada yang tidak. Mahal tapi berkualitas, that is ok! Tapi yang sering terjadi adalah sebaliknya. Uang kita digerus bahkan untuk membiayai gaya hidup (fasilitas dan tunjangan), pesta (meeting) dan jalan-jalan (SPPD) para pejabat. Itu semua terjadi di sektor publik. Kutipan dari rakyat diserap besar-besaran oleh para birokrat untuk urusan-urusan birokratis. Karena itulah kualitas pembangunan kita sangat rendah dan korup. Kita pun seperti tidak punya pilihan, harus mengikuti skema kapitalistik yang telah terstruktur dalam semua lembaga”.

Entah iya apa yang dikatakan Profesor itu!

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.
___________________
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
 tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

Bagikan:

One thought on “PENDIDIKAN KITA: SELAIN MAHAL, JUGA KELAMAAN?

Leave a Reply to Dani Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

ISLAM: PENYEMPURNA JUDAISME DAN KRISTEN

Sat Nov 18 , 2023
Jurnal

Kajian Lainnya

SAID MUNIRUDDIN adalah seorang akademisi, penulis, pembicara dan trainer topik leadership, spiritual dan pengembangan diri.