Jurnal Suficademic | Artikel No.115 | Desember 2023
“ALLAH INSIDE”, BERIKUT 4 KOMPONEN AKHLAK
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. Akhlak terbentuk dari 4 komponen: filosofis, adat, syariat, dan hakikat.
Komponen 1: “Pemikiran Filosofis“
Akhlak pada level filosofis adalah “kecerdasan akal” (‘aqliyah). Benar salah, baik buruk, indah atau tidak indah dalam berperilaku, itu ditentukan oleh persepsi dan cara berpikir masing-masing. Akal, secara universal dan pada kadar tertentu, mampu menjangkau kebenaran moral. Akal bisa memahami mana yang beretika dan tidak beretika.
Karena itulah, akal secara universal mengakui kebenaran virtues (nilai-nilai) seperti keadilan, tanggung jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih sayang, rajin, komitmen, percaya diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Manusia, sebagai makhluk berakal, sudah punya kemampuan untuk memahami kebenaran dan kebaikan berdasarkan hukum-hukum yang bersifat filosofis-rasional.
Komponen 2: “Adat dan Kebudayaan”
Akhlak pada level adat adalah “kecerdasan tradisional” (‘adah). Ada nilai, norma dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam masyarakat dari proses panjang interaksi sosial. Kebiasaan-kebiasaan ini merupakan kumpulan wisdom yang membentuk kebudayaan. Boleh jadi itu ditujukan untuk mempertahakan identitas, serta mengatur hubungan kemasyarakatan.
Adat istiadat ini merupakan kumpulan hukum, nilai dan akhlak sebuah komunitas yang diwariskan secara turun temurun. Banyak tradisi yang dibangun dalam sebuah kaum ataupun keluarga. Jangan ditanya darimana dalilnya. Sebab itu lahir dari kreasi dan pemahaman terhadap nilai-nilai. Sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang lebih tinggi, itu semua menjadi bagian dari kekayaan akhlak manusia. Anda pun dapat kapan saja membangun sebuah organisasi. Lalu menciptakan sebuah credo, tradisi atau budaya; yang dianggap dapat meningkatkan produktivitas dan rasa kekeluargaan.
Komponen 3: “Hukum dan Syariat“
Akhlak pada level syariat adalah “kecerdasan tekstual” (syariah). Ada sumber-sumber lisan maupun tulisan yang dianggap “suci”, yang dijadikan sebagai rujukan akhlak dan moral. Pada level ini, hukum-hukum adab dan akhlak merupakan hasil pemikiran/tafsiran, kesepakatan ataupun ketetapan dari pihak-pihak yang punya otoritas. Bentuknya bisa bermacam-macam. Pada level tertinggi, itu berupa Quran dan hadis. Namun, teks suci inipun masih memerlukan banyak bantuan tafsir aqliyah, bahkan disesuikan dengan tempat dan zaman.
Syariah; pada prinsip umum merupakan teks, nilai-nilai dan etika ilahiyah yang bernilai universal. Tapi, pada level praktis, telah ditafsirkan ke dalam fikih/qanun lokal. Sehingga ada hukuman, ada aparat yang bekerja untuk menindak jika terjadi pelanggaran. Sehingga, dari nilai-nilai syariah yang umum, lahir aneka regulasi lanjutan; baik dalam bentuk fikih, fatwa dan berbagai hukum positif/qanun untuk masing tantangan pada konteks lokal. Semua itu bertujuan untuk mengatur cara berperilaku dan ketertiban sosial.
Komponen 4: “Allah Inside”
Akhlak pada level hakikat adalah “kecerdasan iluminasional” (makrifah). Pada level makrifat, akhlak adalah mengikuti secara langsung bisikan Al-Haqq. Manusia boleh jadi sudah punya kecerdasan filosofis, adat kebiasaan, serta hukum-hukum tertulis untuk meregulasi perilaku. Tapi, tanpa bimbingan secara langsung dari Allah, kita pasti tersesat. Sebab; tidak semua pemikiran, adat dan tafsiran/qiyas akal terhadap syariat; itu benar. Harus ada cahaya Tuhan yang masuk ke qalbu manusia untuk mengetahui kebenaran secara absolut/objektif.
Sama seperti ketika Anda bekerja di sebuah instansi. Disatu sisi ada undang-undang, regulasi dan SOP yang mengatur pekerjaan Anda. Namun, komunikasi dengan pimpinan merupakan kunci keberhasilan. Tidak serta merta dengan mengikuti semua teks, adat kebiasaan dan pemikiran Anda akan benar. Justru taat kepada pemimpin menjadi kunci pencapaian visi, misi dan tujuan. Dengan asumsi, pemimpin Anda haruslah “orang suci”. Sebab, banyak sekali nafsu dan kepentingan yang berusaha membelokkan niat serta tujuan dari sesuatu yang seharusnya suci. Anda butuh arahan langsung dari pimpinan.
Begitu juga dalam kehidupan. “Kesucian perilaku” hanya bisa diperoleh melalui interaksi secara langsung dengan Allah, selaku Pimpinan kita Yang Maha Suci. Ikuti apa yang selalu dibisikkan Allah ke dalam hati. Allah berbicara 24 jam, sepanjang waktu. Kemampuan kita mendengar berbagai petunjuk, hidayah atau ilham ini sangat menetukan kesucian moral. Inilah yang disebut “divine ethics”, sesuatu yang hanya diperoleh melalui kecerdasan makrifat. Hidup adalah kemampuan untuk mengambil keputusan dalam bertindak, dan itu terjadi sepanjang watktu/setiap saat. Kemampuan mengkomunikasikan apa yang kita pikir dan lakukan, langsung kepada Allah, akan menentukan kemurnian akhlak. Sehingga Dia bisa langsung mengarahkan, ataupun menegur, setiap keputusan tindakan yang kita ambil.
Kesimpulan
Akhlak dibentuk dari berbagai dimensi “material”: akal, adat dan syariat. Anda bisa mentraining dan menceramahi orang-orang agar berakhlak, pada level kesadaran material. Namun, perlu intervensi “spiritual” secara langsung dari sisi Allah untuk mengarahkan manusia kebenaran dan keindahan absolut dari sebuah ide dan tindakan. Karena itu diperlukan kecerdasan untuk terhubung (wushul) dengan Allah. Disitulah diperlukan suluk ilallah. Sebab, akhlak adalah “Allah inside”; Tuhan yang ada dalam diri kita. Akhlak itu sendiri berasal dari kata “Khalik” (Pencipta/Allah). Akhlak adalah wujud Tuhan; kebaikan, keindahaan, budi pekerti, kesempurnaan yang ada dalam diri kita. Akhlak adalah wujud ruhani dari makhluk. Tanpa kecerdasan makrifat, mustahil tercapai kesempurnaan akhlak!
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.
#powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter: twitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2
Terima kasih.