“TITIK NOL”

Bagikan:

Jurnal Suficademic | Artikel No. 123 | Desember 2023

“TITIK NOL”
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. “Titik nol” adalah titik fitrah. Titik nol adalah titik pusat, titik dimana manusia “kosong” dari segala sesuatu, kecuali ketenangan. Titik nol adalah gerbang portal menuju alam ketuhanan. Semakin seseorang bergerak ke kanan, semakin positif perasaannya. Sebaliknya, semakin ke kiri, semakin terseret seseorang dalam negatifitas dan kecemasan.

Orang-orang yang berada disisi kiri nol disebut “ashabul syimal” atau “ashabul masy’amah” (golongan kiri). Hidupnya sengsara, seperti terbakar dalam neraka. Gelombang perasaannya negatif terus. Dari negatifnya ringan, sampai negatifnya sangat dalam. Dari aneka nafsu/kesadaran lawwamah yang bersifat agresif-ekstrovert (i.e pemarah, dengki, hasad, angkuh, sombong/ujub, ria, khianat, suka mengkafirkan, tamak, bakhil, dsb); sampai bentuk-bentuk nafsu/kesadaran ammarah yang bersifat introvert (i.e. ketakutan, putus asa, merasa rendah, terhina, dsb).

Sedangkan yang disebelah kanan, disebut “ashabul yamin” atau “ashabul maimanah” (golongan kanan). Hidupnya tercerahkan, seperti di surga. Gelombang perasaannya selalu positif. Dari positif ringan, sampai positif tinggi. Dari muthmainnah, radhiyah, mardhiyah sampai ke kamilah. Mulai dari kesadaran intelek, berani, optimis, bahagia, penuh cinta, damai; sampai kepada puncak pencerahan (revelation).

***

Manusia terlahir dalam keadaan fitrah, pada “titik nol”. Sejak awal sudah ada unsur ketuhanan saat kelahirannya. Tetapi, perjalanan hidup membawanya ke kiri, ataupun ke kanan. Ada orang yang hidupnya semakin ke kiri, semakin was-was. Ada juga yang semakin ke kanan, semakin bahagia. Semua ini tergantung jenis jalan yang ditempuhnya.

Kalau terjebak dalam dunia yang “materialistik” dan takut kehilangan (holding on), seseorang akan terus terseret dalam ketidaknyamanan. Lama kelamaan, ia akan terkubur dalam aneka ambisi dan rasa yang tidak pernah terpuaskan. Sementara, jika ia menempuh jalan menuju “kekosongan” (letting go), hidupnya akan terbebaskan dari berbagai himpitan dan rasa kekurangan.

BACA: “HOLDING ON AND LETTING GO, SEBUAH SENI KEHIDUPAN”

***

“Titik nol” adalah titik ketenangan. Oleh karena itu, setiap hari perlu ada riyadhah atau simulasi spiritual, yang dapat membawa seseorang kembali kepada zero point. Shalat, zikir atau meditasi adalah bagian dari usaha untuk mencapai titik itu. Pada titik itulah seseorang terhubung kembali dengan Tuhan. Hanya saja, ada bentuk-bentuk shalat atau zikir yang efektif, yang bisa mengkoneksikan seseorang dengan Allah. Sehingga, segala beban hidup bisa hilang. Tidak peduli, seberapa besar masalah yang dihadapi dan apapun tantangan yang ada di depan, ketika sesorang bisa mengembalikan dirinya ke titik kekhusyukan ini, ketenangan jiwa akan muncul seketika. Artinya, bagi yang sudah ahli, Tuhan dapat dipanggil kapan saja.

Penyakit yang dihadapi oleh hampir semua manusia adalah “kecemasan” (rasa was-was, anxiety). Al-ladzi yuwaswisu fi shudu rinnas (QS. An-Nas: 5). Penyakit ini mengidap dalam jiwa atau pikiran. Sehingga mengganggu perasaan. gara-gara ini, tidak sedikit yang mengarah ke depresi dan skizofrenia. Bahkan, dari cemas inilah lahir berbagai penyakit seperti diabetes, jantung, kanker, mag, infeksi dan lainnya. Semakin ke kiri gelombang kesadaran dari mental kita, semakin banyak penyakit yang kita derita. Dari level psikis, sampai fisis.

BACA: 1 DARI 10 ORANG DI INDONESIA MENGALAMI GANGGUAN JIWA, OBATNYA APA?

***

“Titik nol” adalah titik Tuhan, titik ketenangan. Semakin ke kiri, semakin kita menderita dan terbebani, dalam artian negatif. Tetapi bukan berarti semakin ke kanan, hidup kita tidak ada lagi tantangan. Para nabi berada disisi kanan garis kehidupan, tapi hidupnya penuh ujian dan tantangan. Meskipun Anda sudah bertuhan, tidak berarti sudah bebas dari tanggungjawab kekhalifahan.

Hidup ini adalah perjuangan (jihad/mujahadah), dalam sebuah kontinum yang tidak berujung. Apakah Anda berada disisi kiri atau kanan, selalu ada masalah yang diberikan Tuhan. Hanya saja, mereka yang berada disisi kanan kehidupan, mampu secara positif memberikan “angka nol” pada setiap terpaan ujian. Mereka sewaktu-waktu mampu mengembalikan dirinya kepada Tuhan. Karena itu, apapun kondisi yang dihadapi, ketenangan pasti menyertai. Pada angka berapapun ia berada; apakah 1, 2, 3 dan seterusnya; ia bisa memberikan “0” (nol) dibelakang itu semua. Sehingga semua terkoneksi secara positif kepada Tuhan. Pada kondisi inilah hidupnya selalu dalam keadaan ikhlas, syukur dan husnuzhan. La takhaf wa la tahzan, innallaha ma’ana (QS. At-taubah: 40). Mereka tidak takut, juga tidak sedih secara berlebihan. Sebab, Tuhan (“titik nol”) bersamanya. “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada ketakutan dan tiada pula dia bersedih (QS. Yunus: 62-63).

Berbeda dengan mereka yang hidup disisi kiri kehidupan, meskipun ia berikan “angka nol” pada setiap masalah; hidupnya tetap mengalami “minus” (negatif). Sebab, platform spiritualnya memang sejak awal sudah negatif. Jiwanya masih “kotor” (bercampur dengan berbagai anasir fujur, yang lawwamah dan ammarah). Untuk mencapai “titik nol” yang hakiki, seseorang harus menempuh proses penyucian jiwa terlebih dahulu. Setelah jiwanya disempurnakan oleh seorang master mind (waris rasul), barulah kefitrahan yang hakiki akan diperolehnya. Pada “titik nol” yang makrifati inilah kehadiran Tuhan dapat dirasakan. Pada titik ini pula Tuhan bisa diajak berkomunikasi sepanjang pagi dan petang. Kalau sudah mencapai level ini, Tuhan bisa dibawa kemanapun seseorang melangkah, Kemanapun engkau menghadap, disitu ada Allah. Semua gerak dan pemikiran akan selalu terhubung dengan Allah.

Penutup

Secara teoritis, kajian ini terlihat sederhana. Pada kenyataanya, tidak mudah menemukan “angka nol”. Secara saintifik sekalipun, “angka nol” ini baru ditemukan pada abad 9 Masehi, oleh seorang ilmuan Islam bernama Abu Jakfar Muhammad bin Musa Al Khawarizmi (780-850 M). Ia seorang dosen di Baitul Hikmah, yang lahir di Uzbekistan dan wafat di Baghdad. Boleh dikatakan, beliau adalah ilmuan muslim pertama, yang lahir 200 tahun setelah wafatnya Nabi SAW. Temuannya tentang “angka nol” diperkenalkan dalam karyanya yang ditulis pada tahun 825 M, berjudul Al-Jam’a wa Al-Tafriq bi Al-Hisab Al-Hindi.

Angka nol memainkan perang penting dalam sains matematika sebagai identitas tambahan bagi bilangan bulat, real dan struktur aljabar lainnya. Sebagai angka, nol digunakan sebagai tempat dalam sistem nilai tempat. Notasi angka dan bilangan secara manual menjadi mudah setelah ditemukan angka “nol”. Dalam rekayasa teknologi pun, bahasa program dan algoritma menggunakan angka “keramat” ini. Secara spiritual juga demikian. Tidak mudah untuk menemukan “titik nol” dalam diri kita. Jika itu kita temukan, hidup menjadi sangat mudah. Algoritma ketuhanan akan aktif ketika angka ini kita temukan dalam jiwa kita. “Titik nol” adalah pusat koordinat spiritual manusia. “Nol” melambangkan ketiadaan “kuantitas”. Tapi angka nol memberikan “makna” dan “kualitas” bagi semua.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
 tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

Bagikan:

2 thoughts on ““TITIK NOL”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

BAWASLU PIDIE LAKSANAKAN PELATIHAN PUBLIC SPEAKING, SAID MUNIRUDDIN SAMPAIKAN MATERI INI

Sat Dec 16 , 2023
PIDIE.

Kajian Lainnya

SAID MUNIRUDDIN adalah seorang akademisi, penulis, pembicara dan trainer topik leadership, spiritual dan pengembangan diri.