
.Jurnal Suficademic | Artikel No. 07 | Januari 2024
HANYA WALI YANG “MENGENAL” WALI
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. “Hanya wali yang mengenal wali”. Ini bukan teori mistik. Ini teori leadership.
Makna “mengenal” disini mencakup dua hal:
(1) It takes a leader to KNOW a leader.
(2) It takes a leader to GROW a leader
It Takes a Leader to KNOW a Leader
“Hanya pemimpin yang mengenal pemimpin”. Secara umum dipahami, hanya pemimpin yang mengetahui siapa saja yang benar-benar pemimpin. Kalau Anda seorang ahli di bidang tertentu, tentu Anda yang paling mengenal siapa orang yang ahli di bidang Anda itu. Sesama dokter ahli misalnya, sudah pasti tau, siapa saja ahli di bidangnya. Apalagi yang ada di wilayahnya. Sesama wali, itu saling kenal. Mereka punya networking kerohanian yang saling terkoneksi.
Atau, jika Anda seorang master chef. Ketika melihat seseorang memasak, mulai dari cara ia menyiapkan bahan, mengolah bahan dan teknik ia menggunakan perlengkapan; Anda pasti tau bahwa dia ahli atau bukan. Hanya seorang wali yang mengenal wali. Seorang wali tau betul; yang mana wali, yang mana ulama, yang mana ustadz, yang mana dukun, yang mana pesulap, yang mana jin, yang mana setan. Mereka punya kecerdasan iluminatif untuk mengenal sesuatu, yang disebut “kasyaf”.
Bahkan, seorang pencari bakat profesional sekalipun, tau siapa yang punya potensi untuk menjadi besar, jauh sebelum ia melatihnya. Dalam rekrutmen sepak bola, bernyanyi, menari dan lainnya; seorang master coach bisa mendeteksi siapa yang punya talenta. Bahkan sekarang ada konsultan yang bekerja memetakan bakat anak sejak kecil, dalam bentuk talent mapping. Mereka mengenal masa depan masing anak melalui “tanda-tanda”.
Begitulah sang mistikus Buhairah. Ia tau persis, Muhammad kecil adalah calon nabi akhir zaman, saat pertama melihatnya. Pendeta ini pasti seorang waliyullah, yang ahli dalam membaca “tanda”. Ia mengenal kerasulan/kewalian pada diri Muhammad, puluhan tahun sebelum periode nubuwwah.
It Takes a Leader to GROW a Leader
“Hanya pemimpin yang mengenal pemimpin”. Dalam makna lebih khusus dipahami, hanya pemimpin yang bisa menumbuhkan pemimpin. Hanya seorang pemimpin yang bisa mengembangkan seseorang menjadi pemimpin. Seseorang yang hanya punya minat, tapi tidak punya pengetahuan dan pengalaman dalam memimpin, tidak bisa melahirkan pemimpin.
Anda tidak melahirkan pemimpin melalui teori-teori. Anda tidak bisa melahirkan master chef, gara-gara banyak membaca buku tentang cara memasak, lalu menceramahi orang-orang dengan itu. Anda harus ahli memasak, untuk bisa mendidik calon master chef. Sebab, yang ditransfer oleh seorang pemimpin adalah knowledge, yang dipenuhi “rasa”.
Karena itulah, pemimpin cenderung “berdinasti”. Dari keluarga raja, lahir raja. Dari klan penguasa, tampil penguasa. Dari kaum terdidik, muncul orang terdidik. Dari partai berpengaruh, muncul orang berpengaruh. Kalau di trace, seorang pemimpin ada “sanad”-nya. Ada pertalian “nasab”-nya. Ada “king maker”-nya. Ada “patron client”-nya. Ada “rumah ideologi”-nya.
Seseorang menjadi pemimpin, karena dipersiapkan oleh pemimpin sebelumnya. Karena itu, seorang pemimpin bertugas menyiapkan pemimpin setelahnya. Ia tidak boleh membiarkan apa yang sudah dan sedang dibangunnya, rusak atau pupus begitu saja. Legacy-nya harus dilanjutkan, harus terus disempurnakan. Warisan kepemimpinannya harus sustainable. Sehingga kebesarannya menggema.
Oleh sebab itu, seorang pemimpin mengenal siapa dari jamaahnya yang patut diupgrade menjadi pemimpin. Seorang wali juga mengenal siapa dari muridnya yang akan diangkat menjadi khalifah, ataupun wali/maula penerusnya. Dalam tradisi kewalian misalnya ada hadis: man kuntu maula fahadza ‘aliyun maulah. “Barangsiapa menjadikan aku sebagai walinya, maka jadikan Ali juga sebagai walinya.”
Karena itu, tradisi tariqah dan kewalian dalam Islam banyak turun dari Imam Ali, selain juga dari sahabat Abubakar (Naqsyabandi). Pengganti nabi pasti yang bisa dipercaya, yang paling banyak mencerap ilmu dan paling patuh terhadapnya. Namun demikian, relasi “adab” biasanya menjadi hal pokok, melebihi sekedar kapasitas ilmu.
Seorang wali besar, terkadang tau siapa wali penggantinya, jauh sebelum ia berjumpa dengannya. “Anaklah yang kami tunggu”, begitu kata sejumlah wali, pada saat seorang murid datang berguru. Sejak hari pertama, ia sudah tau, murid inilah yang akan menggantikannya. Padahal, pada saat itu, ada ribuan murid lain yang sudah lama berguru padanya. Seorang ahli mampu merasakan vibrasi dari orang-orang yang datang kepadanya. Dia tau, siapa yang sekedar hadir untuk meramaikan jamaahnya. Dan siapa yang diutus Tuhan untuk menjadi pewarisnya.
Karena cerdas dan berpengalaman, seorang wali mampu mendidik muridnya menjadi “pemimpin” (wali) penggantinya. Wali adalah orang yang menguasai peta alam ketuhanan. Karena itu, ia bisa membawa muridnya ke alam itu. Jangan coba-coba membawa orang ke Tuhan, kalau kita sendiri belum sampai kesana. Bisa terbakar. Kira-kira begitu. Juga jangan coba-coba pergi sendiri. Pasti sesat di jalan. Harus ada mentornya. Makrifat adalah proses lahirnya “disertasi” (pengetahuan) setelah berjumpa Tuhan, melalui bimbingan supervisor ahli.
Ketika seorang pemimpin (wali/waliyul amri) telah mengenal para calon pemimpin; ia akan melakukan proses modelling, equipping, developing, empowering dan measuring. Semua itu bagian dari kurikulum “growing” bagi kadernya. Sebab, leader bukan hanya jago dalam memberi instruksi tentang berbagai teori kebaikan. Melainkan juga “be able to show the way”. Pada dirinya ada contoh ketauladanan, bagaimana sebuah amalan dikerjakan secara sempurna, yang itu ia warisi dari guru-guru sebelumnya. Pada dirinya ada sebuah sistem pengambilan keputusan terbaik, yang dalam dunia kewalian disebut “muraqaba system” (God’s decision), sebuah petunjuk real time dari dunia Ilahi.
Seorang “pemimpin bersanad” adalah seorang praktisi ahli, yang lahir dari rahim pengetahuan para ahli sebelumnya. Ia sendiri merupakan “contoh hidup” dari semua yang ia ajarkan. Pemimpin adalah pemilik “rahasia” kepemimpinan. Ia adalah kumpulan wisdom para guru (wali/leader) terdahulu. Karena itulah, kehadiran orang-orang yang spiritualnya sangat powerful ini, dianggap oleh masyarakatnya seperti hadirnya kembali “nabi” ditengah mereka.
Mencari Wali
Selanjutnya, bagaimana cara menemukan wali?
Menjawab ini sesulit memilih pemimpin saat Pemilu, bahkan lebih sulit lagi. Masing kita punya persepsi terhadap penampilan “lahiriah” seorang pemimpin. Tidak jarang, apa yang dilihat dan dikampanyekan, adalah hoaks. Rakyat sering tertipu dengan berita yang diterima. Bahkan, yang paling layak menjadi pemimpin, mungkin tidak hadir dihadapan publik.
Wali adalah sebuah jabatan “ukhrawi”, karena itu wujudnya tersembunyi. “Menemukan Guru Mursyid itu, lebih mudah menemukan sebatang jarum yang disembunyikan di padang pasir yang gelap gulita”, kata Al-Ghazali. “Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya”. Kedua pendapat ini berdasar pada Hadis Qudsi: “Para wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan taufiq hidayah-Nya“.
Jadi, untuk menemukan seseorang yang dapat memimpin, khususnya dunia ruhani, seseorang harus banyak-banyak berdoa. Tuhan akan mengirim seseorang kepada Anda sesuai kebutuhan ruhani Anda. Sahl Ibn ‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya tentang bagaimana cara mengenal waliyullah, menjawab: “Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka – untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya.”
Penutup
“Hanya wali yang mengenal wali”. Maknanya, seorang wali tau siapa calon wali. Tau siapa yang berbakat jadi wali. Tau bagaimana cara mendidik dan melahirkan wali. Serta tau, siapa saja wali yang ada pada zaman dan wilayahnya. Sementara, untuk mengenal dan bisa bertemu/berguru pada seorang wali, seseorang harus punya motivasi, mencari dengan nalar, sekaligus banyak-banyak berdoa, agar Allah pertemukan dengan mereka. Sebab, Allah yang menjaga mereka. Sekilas kita bisa menduga, bahwa seseorang adalah wali atau bukan wali. Tapi hakikatnya, Allah sendiri yang akan beri petunjuk kepada Anda. Bagi para pencari, kehadiran dan kemunculan seorang pemimpin yang shaleh harus terus didoakan. Baik dalam kepemimpinan politik maupun spiritual.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: sayyidmuniruddin.com
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/Habib.Munir/
Twitter-X: x.com/saidmuniruddin
Channel WA: The Suficademic
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2
Terima kasih.
terima kasih perkongsian