
Jurnal Suficademic | Artikel No. 17 | Januari 2024
DIMANAKAH ISLAM?
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic
Bismillahirrahmanirrahim.
ACEH mungkin termasuk contoh sempurna dari sebuah jenis Islam, yang gagal memakmurkan masyarakatnya. Tidak tanggung-tanggung, 99 persen masyarakatnya muslim. Gubernurnya sejak dulu muslim. Semua bupatinya muslim. Hampir semua anggota DPR provinsi dan kabupatennya, muslim. Akademisinya juga hampir seluruhnya muslim. Tapi 15 persen, atau 800.000 rakyatnya masih hidup miskin; jauh di atas rata-rata nasional. Dan mungkin akan tetap miskin di tengah kebanggaannya dengan Serambi Mekkah dan syariat Islam.
Agama yang dianut tidak bisa menolong mereka dari kemiskinan. Kita kira, jika sudah percaya kepada Allah, bisa membuat sebuah negeri jadi kaya raya. Ternyata tidak. Dulu miskin dengan alasan konflik dan perang. Dengan alasan sumber daya alam dirampok Jakarta. Ternyata, setelah ‘merdeka’ pun, dengan 50 trilyun anggaran pertahun, nasibnya tidak banyak berubah. Yang segelintir mendadak kaya ada. Namun lainnya abadi dalam miskin.
Anda mungkin mendengar, ada Islam di Aceh. Ada yang teriak-teriak Islam di Aceh. Tapi Anda tidak akan melihat Islam di Aceh.
***
Kaya raya. Maju. Sejahtera.
Itu Arab Saudi. Uni Emirat Arab. Yordania. Qatar. Kuwait. Itulah contoh negara-negara Islam yang berhasil sejahtera. Minyaknya melimpah. Lalu digunakan untuk membangun kota dan gedung-gedung indah. Padang pasir disulap jadi surga. Sekilas, agama telah membuat mereka bahagia.
Masalahnya satu, hati mereka buta. Gaza diobrak abrik Yahudi, mereka diam saja. Mereka tidak peduli jika saudara Arab yang se-agama, bahkan se-mazhab dengan mereka, dibantai secara terbuka. Uniknya, mereka justru bersatu dengan Israel untuk melucuti Masjidil Aqsha. Mereka Islam semua. Tapi patuh pada keinginan zionis. Mereka lebih tertarik dengan festival musik dan anjing, daripada membahas isu kemanusiaan untuk tetangganya Palestina.
Di Arab bisa Anda temukan dengan mudah aneka jubah dan jenggot panjang para raja, aneka dalil quran-sunnah para da’i-nya. Tapi Anda tidak akan menemukan Islam. Mungkin dari corong-corong masjidnya terdengar merdu lantunan azan. Terdengar qiraat indah dari sang imam. Tapi jiwa mereka kosong. Tak ada Tuhan.
***
Jika tidak ada di Arab yang bebal. Juga tidak ada di Indonesia yang korup. Lalu dimanakah Islam itu berada?
***
Saudara-saudara sekalian. Islam tidak mudah ditemukan. Karena itulah kita disuruh terus menerus untuk berdoa: “Tunjuki kami jalan yang lurus”. Ihdinash shiratal mustaqim (QS. Al-Fatihah: 6).
Sebab, besar kemungkinan, jalan yang sedang kita lalui bukan jalan Islam. Bukan jalan menuju Tuhan. Bukan jalan menuju kesejahteraan. Bukan jalan perlawanan terhadap kaum arogan. Bukan jalan para nabi. Jalan yang kita lalui adalah jalan korup. Jalan hedon. Jalan yang penuh seremoni. Jalan gelap yang membutakan hati. Meskipun itu penuh dengan slogan agama.
Saudara-saudara sekalian. Islam adalah agama “langit”. Bukan agama bumi. Siapapun yang tidak pernah sampai ke “langit”, tidak akan menemukan Islam. Jangan cari Islam di Arab, di Eropa, di Afrika, di Amerika, di Australia, di Aceh ataupun Nusantara. Tidak ada. Islam tidak ada di Mesir. Tidak ada di Sudan. Tidak ada di Mekkah dan Madinah. Tidak ada di Syam. Tidak ada di Irak. Tidak ada di Iran. Tidak ada di Yaman. Tidak ada. Islam tidak ada dalam slogan Sunni. Tidak ada dalam fanatisme Syi’i. Tidak ada dalam ekstrimisme Wahabi. Islam tidak ada di bumi.
Mau tau dimana Islam? Mikrajlah. Pahami yang mana “langit”. Lalu temui Tuhan di sana. Saat kembali ke “bumi”, bawa serta agama. Islam bukan agama yang terhenti di kitab dan pemikiran. Islam adalah agama yang bersanad ke Tuhan.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: sayyidmuniruddin.com
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/Habib.Munir/
Twitter-X: x.com/saidmuniruddin
Channel WA: The Suficademic
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2
One thought on “DIMANAKAH ISLAM?”