
Jurnal Suficademic | Artikel No.37 | Maret 2024
PRAHLAD JANI DAN MISTERI TENTANG PUASA
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic
Bismillahirrahmanirrahim.
Dunia sempat geger oleh seorang yogi asal India. Dia disebut-sebut telah berpuasa selama 70 tahun, setiap hari, tanpa makan dan minum sama sekali. Namanya Prahlad Jani. Lahir pada 13 Agustus 1929 dan meninggal pada 26 Mei 2020 di Gujarat, India. Sebuah kuil berkubah didirikan di bukit Gabbar dekat sebuah asrama pertapaan di Ambaji, untuk mengenangnya.
Banyak media dunia yang meliput keberadaan sosok fenomenal, yang sejak usia 12 tahun menyebutkan dirinya tidak pernah makan dan minum lagi. Saat usia 7 tahun ia meninggalkan rumah dan hidup di hutan. Suatu ketika ia mengalami sebuah kejadian mistis, yang menyebabkan ia memiliki keahlian berpuasa. Sejak saat itu ia memakai sari merah dengan berbagai atribut tambahan. Mulai tahun 1970 ia tinggal disebuah gua pertapaan di hutan wilayah Gujarat. Karenanya ia juga dianggap sebagai holy man India dengan gelar “Mataji”. Beberapa kali ia tampil ke publik.
Orang-orang tidak percaya dengan cerita ini. Terutama dunia sains dan medis. Kisah semacam ini dianggap bohong. Sebab, tidak mungkin orang bisa bertahan hidup tanpa makan dan minum sama sekali. Dalam hitungan hari atau minggu saja bisa mati. Konon lagi, ini katanya sudah puluhan tahun tidak mendapat asupan makan dan minum. Otak saja butuh glukosa untuk beraktifitas, yang tentunya diperoleh dari makanan. Tanpa itu, otak akan mati.
Ia bersedia untuk diteliti. Dua observasi dilakukan terhadap biarawan ini. Yang melakukannya adalah Dr. Shudir Shah, ahli neurologi di rumah sakit Sterling, Ahmedabad. Penelitian pertama dilakukan tahun 2003. Selama 10 hari ia ditempatkan di sebuah ruangan tertutup, untuk terus menerus diamati. Penelitian kedua dilakukan pada tahun 2010. Selama 15 hari (22 April-6 Mei 2020) ia mendiami kamar 317 di rumah sakit yang sama. Penelitian kedua ini melibatkan 35 researcher dari Defence Institute of Physiology and Applied Science (DIPAS) India, plus sejumlah organisasi berkepentingan lainnya. CCTV dipasang untuk memantau semua aktifitasnya.
Benar, selama masa itu, ia tidak makan apa-apa. Juga tidak ke toilet. Ia tidak pernah buang air kecil dan juga air besar. Setiap hari ia menjalani tes klinis, pemeriksaan tekanan darah serta scan. Baik pada observasi pertama maupun kedua, para peneliti mengkonfirmasi kemampuan Jani untuk tetap berada dalam kondisi sehat, meskipun tanpa makan dan minum sama sekali. Berat badannya hanya turun sedikit saja. Peneliti, termasuk Profesor Anil Gupta dari SRISTI terkejut dengan kemampuan Jani mengontrol fungsi fisiologi tubuhnya.
Uniknya, Jani mengakui ia secara spiritual terus mendapat asupan minuman dari dewi Amba, melalui langit-langit (palate) mulutnya. Ia pun selalu bermeditasi, yang praktik itu senantiasa memberinya energi.
Selama observasi, Jani juga rutin setiap hari dikeluarkan dari ruang tertutup untuk dibawa ke bawah sinar matahari. Kelihatannya, praktik ini serupa dengan metode komunitas breatherian, yang hari ini jumlahnya di seluruh dunia sudah mencapai ribuan, yang hidup hanya dengan cara itu. Mereka hidup dengan olah pernafasan, tanpa makan dan mungkin juga tanpa minum. Mirip-mirip seperti tumbuhan, yang mengkonsumsi makanan dari proses fotosintesis. Matahari membantu proses pengubahan senyawa CO2 dan H2O yang ada di udara menjadi karbohidrat.
Itulah yang mereka konsumsi dari udara. Katanya, mereka bisa bertahan hidup (berpuasa) dengan cara ini selama berhari-hari, berminggu dan bahkan berbulan. Ada yang percaya, ada yang tidak. Tapi komunitas ini ada. Mereka berfokus pada pencapaian kesehatan dan spiritualitas melalui cara-cara yang bagi sebagian orang dianggap ektrim. Tapi bagi mereka, ini sesuatu yang biasa. Dan Jani juga seorang breatherian monk. Mereka membuktikan, bahwa sangat mungkin bagi manusia untuk hidup tanpa makan dan minum. Pada level ini, mereka lebih percaya, bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk spiritual. Makhluk yang bisa kenyang dan sehat, hanya dengan berpuasa. Mereka menyebut gaya hidup ini sebagai living on light atau living on air. Salah satu pelopor gaya hidup “prana” ini sekarang adalah Jasmuheen, kelahiran Autralia tahun 1957, yang tinggal di Thailand.
Apa Pelajarannya?
Kami tidak memotivasi Anda untuk menjadi seperti Jani atau Bretherian lainnya. Tidak usah. Maksud tulisan ini ada dua.
Pertama, puasa itu bukan eksklusif punya Islam saja. Semua agama berpuasa. Semua aliran berpuasa. Sejak sebelum kita, semua umat telah berpuasa, dengan cara masing-masing (QS. Al-Baqarah: 183). Mungkin sebagian terdengar ekstrim bagi kita, meskipun bagi mereka itu biasa saja. Semua orang tau manfaat dari puasa, baik bagi kesehatan maupun spiritual.
Oleh sebab itu, kalau umat Islam mengandalkan puasa sebagai aktifitas “menahan diri” dari makan dan minum -sejak dari terbit sampai terbenamnya matahari; kita kalah kompetisi dengan Prahlad Jani, komunitas hindu dan Breatherian lainnya. Tidak ada hebatnya umat Islam ini. Umat Islam cuma mampu menahan lapar selama 12 jam. Sementara Jani dan kawan-kawan mampu menahan lapar selama berhari, bahkan berminggu dan berbulan. Khusus dalam kasus Jani, ia bahkan mampu menahan lapar dan dahaga selama 70 tahun. Maka jangan mengandalkan lapar dalam puasa, kalah umat Islam.
Dan aneh juga kalau umat Islam loyo dan tidak produktif selama Ramadhan, hanya gara-gara 12 jam berpuasa. Sementara Jani dan kaum Breatherian lainnya, tidak lemas meskipun berhari-hari, berminggu dan berbulan tidak mengkonsumsi apapun. Malu kita dengan mereka. Nampak sekali lemah kita.
Kedua, puasa memiliki signifikansi spiritual. Di Hindu dan Budha sekalipun, banyak sekali pendeta yang sakti gara-gara rajin berpuasa. Bahkan, seorang dukun pun, kalau ingin memperoleh kesaktian, wajib menjalani ritual puasa. Semua kekuatan diperoleh dengan berpuasa. Puasa adalah metode untuk memperoleh “power” bagi siapapun yang ingin memilikinya. Maka sangat aneh, kita umat Islam tidak memperoleh “mukjizat” atau “karamah” setelah sebulan berpuasa. Kita kalah sama pendeta Hindu dan dukun. Ada yang salah dengan puasa kita. Sebab, tanda orang sukses berpuasa adalah menjadi “muttaqin” (QS. Al-Baqarah: 183).
Makna muttaqin adalah menjadi orang berpower disisi Tuhan. Muttaqin adalah orang-orang yang dekat, akarab; dan karena itu pasti membawa tanda atau miracle dari Tuhan. Islam dengan Qurannya adalah agama yang membawa mukjizat. Tanpa memperoleh mukjizat dari proses beragama, kita belum sejati Islam. Mungkin kulit luar syariatnya saja yang Islam. Dimensi batiniah atau hakikatnya belum. Dukun saja dengan berpuasa bisa terkoneksi dengan setan. Lalu kenapa kita setelah berpuasa tidak terintegrasi dengan kekuatan Tuhan?
Output puasa adalah menjadi “makhluk muttaqin” (makhluk yang memiliki vibrasi, power, akhlak atau kekuatan dari sisi Tuhan). Sebab, puasa adalah proses untuk terkoneksi secara ruhani dengan Tuhan. Puasa sengaja membuat kita lapar dan haus. Tujuannya untuk membuat kita lemah dan hilang kesadaran material. Pada kondisi seperti ini seharusnya lahir kesadaran spiritual. Kesadaran spiritual bisa dipompa untuk tumbuh melalui metode zikir (meditasi). Untuk itulah qiyamullail di sunnahkan. Qiyamullail adalah aneka ibadah dalam kesunyian, dalam aneka bentuk sholat dan zikir (iktikaf/tahajud/meditasi). Kombinasi puasa dan meditasi inilah yang melahirkan manusia-manusia yang memiliki inner power (muttaqin).
Bayangkan. Hanya dalam waktu 2 jam, 313 kaum muslim bersenjata sederhana yang dipimpin Muhammad bisa mengalahkan 1000 kafir Quraisy bersenjata lengkap ketika terjadi pertempuran 128 Km disebelah barat daya Madinah, pada 17 Ramadhan tahun 2 Hijrah. Dikenal dengan perang Badar. Ini hanya mungkin terjadi karena kekuatan malakut yang pasukan Muhammad miliki. Pintu besi Khaibar yang kokoh dan besar bisa diangkat sendirian oleh Ali bin Abi Thalib saat penaklukan benteng Yahudi tersebut. Ketika ditanya oleh sahabatnya, kenapa mampu mengangkat pintu maha berat itu, Ali menjawab: “Ini kekuatan malakut yang kuperoleh dari olah puasaku”.
Sementara, kalau hanya mengandalkan perut kosong, kita tidak akan memperoleh apapun selain hanya lapar dan dahaga itu sendiri (hadis). Karena itu, banyak lulusan Ramadhan tidak mendapat karamah apapun dari ritual yang dijalani selama sebulan, bahkan diulang-ulang setiap tahun dan seumur hidup. Bayangkan, Muhammad bin Abdullah bisa memperoleh power yang luar biasa setelah berpuasa dan bersemedi selama satu bulan, setiap tahun, di Gua Hirak. Musa juga begitu, bisa melihat Wajah Tuhan, dan pulang membawa miracles dari Allah setelah berpuasa selama 40 hari di gunung Sinai.
Semua nabi begitu. Mereka berpuasa secara konsisten dan persisten. Nabi Yunus as misalnya, 3 hari 3 malam tidak makan dan minum selama di “perut ikan”. Tidak mati. Nabi Muhammad saw juga begitu, selama sebulan di Jabal Nur, makan dan minum apa? Buang air kecil dan air besar dimana? Mandi dimana? Tidak ada WC dan sumur disana. Musa saat di Gunung Sinai juga begitu. Nabi Adam menurut sebuah riwayat berpuasa selama 40 hari 40 malam, untuk bertaubat dari dosanya. Baru berbuka setelah hari ke 40.
Mungkin Anda harus memahami bagaimana Prahlad Jani dan kaum Breatherian bertahan hidup, untuk bisa memahami bagaimana para nabi bisa mengamalkan puasa khusus mereka. Para nabi melaksanakan puasa vegan dan authophagy, yang mungkin dalam sehari semalam hanya mencicipi “beberapa butir kurma dan air putih saja” (hadis). Itulah sebab, sepuluh akhir Ramadhan Nabi harus mengencangkan ikat pinggang untuk beribadah. Perut siapapun pasti akan susut jika melakukan puasa khawash semacam ini. Berbeda dengan puasa yang sedang kita jalani. Perut tidak mengempis. Bahkan bertambah buncit akibat makan berlebih saat malamnya.
Penutup
Sekali lagi, nilai amalan puasa bukan pada menahan makan dan minum. Kalau itu yang dicari, kita kalah dengan Prahlad Jani, kaum Hindu, Budha dan penganut mazhab Breatherian lainnya. Kekuatan puasa ada pada lapar dan dahaga yang dikawinkan dengan zikir meditatif (suluk/khalwat/iktikaf). Zikir ini mengunci pikiran kita untuk tertuju hanya kepada Tuhan. Itulah yang membuka tabir spiritual dan menjadikan seseorang sangat cepat terhubung dengan Allah (menjadi muttaqin). Perlu mentor (mursyid) untuk menjalani hal-hal khusus seperti ini.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: sayyidmuniruddin.com
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/Habib.Munir/
Twitter-X: x.com/saidmuniruddin
Channel WA: The Suficademic
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2