ISU STRATEGIS ACEH: “HANA SIKULA” DAN “HANJEUT BEUT”

Bagikan:

Jurnal Suficademic | Artikel No.71 | November 2024

ISU STRATEGIS ACEH: “HANA SIKULA” DAN “HANJEUT BEUT”
Oleh Said Muniruddin

Bismillahirrahmanirrahim.

Aceh agak beda. Debat kandidat gubernur putaran ketiga, yang harusnya tuntas dilaksanakan oleh KIP Aceh pada Selasa 19 November 2024, tiba-tiba bubar. Gegara pendukung Paslon 02 (Muzakir Manaf-Fadhlullah) maju dan naik ke podium untuk melabrak pasangan 01 (Bustami Hamzah-M. Fadhil Rahmi).

Pasalnya sederhana. Di kerah baju Ombus (panggilan untuk Bustami Hamzah) terpasang wireless mic model clip on berukuran kecil. Ombus dan timnya menyebut itu untuk kejernihan suara bagi kepentingan medsosnya. Suara Ombus memang terdengar kecil dan sengau.

Tapi bagi tim lawan, itu dianggap kejanggalan. Mungkin tepatnya pelanggaran acara. Alhasil rusuh. Mungkin bagi Ombus dan timnya, tidak perlu dibuat rusuh sampai bubar acara. Harapannya cukup disampaikan ke panitia, jika salah, tinggal disuruh buka. Dianggap ada mekanisme untuk itu. Tidak sampai harus menghentikan proses adu gagasan pada debat putaran akhir itu.

Tapi yang namanya politik, tentu sulit meluruskan hal seperti ini. Tidak ada ujungnya. Masing-masing punya argumentasi untuk membenarkan tindakannya. KIP Aceh pun menyatakan Ombus melanggar aturan. Karena yang dipasang di bajunya itu benda “elektronik”, yang menurut aturan tertentu tidak dibenarkan. Namun argumen KIP juga dibantah. Di medsos kemudian muncul foto Illiza dan Irwan Johan, kontestan Pilkada Kota Banda Aceh, yang saat debat juga memakai mic serupa. Tapi tidak ada masalah.

Lagi-lagi, ini sudah masuk wilayah politik. Masing pihak punya interest dan harus membela tindakannya. Saya tidak punya hak untuk menyebut siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya tidak berpihak. Bagi saya, baik Ombus maupun Mualem adalah dua putra terbaik Aceh. Siapapun yang terpilih, pasti akan membawa Aceh menjadi lebih baik.

Tapi ada yang membuat diskursus ini sedikit memanas dan terus berlanjut. Karena dianggap tidak tau fungsi clip on mic, Ombus menyebut pihak yang membubarkan acara sebagai “hana sikula” (tidak sekolah). Frasa ini memang agak menyentil bagi para eks kombatan yang banyak bernaung dalam Partai Aceh, pengusung utama Mualem. Statement ini kemudian di ‘goreng’. Sehingga terjadi perang di medsos dalam tajuk: “na sikula” dan “hana sikula”.

Sebelumnya, Ombus sendiri telah diserang sebagai kandidat yang “hanjeut beut”. Saya tidak berkompeten untuk menilai. Dan saya tidak mau menilai. Bagi saya, semua kandidat sudah lulus mengaji. Sudah diluluskan oleh LPTQ. Masalah lancar atau tidak, fasih atau tidak, setiap orang ada kelemahannya. Lagi-lagi, ini masalah politik. Setiap kelemahan kandidat pasti akan di ‘goreng’. Saya pernah membuat tulisan terkait test mengaji di depan publik ini sebagai sebuah bentuk “Kegenitan Spiritual”.

Saya ingin menyampaikan satu hal. Bahwa ribut-ribut ini sebenarnya adalah gambaran kondisi riil masyarakat Aceh. Ada dua masalah utama kita saat ini: “hana sikula” (rationally uneducated) dan “hanjeut beut” (spiritually illiterate). Kalau tidak terdidik dan mengalami disorientasi spiritual, salah satu kebiasaan kita adalah saling menyerang dan saling mengejek.

Menurut saya, “hana sikula” bukan berarti tidak sekolah. Melainkan “tidak terdidik” (uneducated). Yang dicirikan dengan perilaku kasar, atau juga seperti yang dikatakan Mualem “syeh syoh”, tidak santun dan muslihat.

“Na sikula” juga bukan berarti sekolahnya tinggi. Melainkan teredukasi (educated). Banyak orang yang berpendidikan tinggi, tapi moralnya tidak teredukasi. Begitu juga sebaliknya. Ada yang tidak sekolah, akhlaknya terpuji. Mungkin ia terdidik dengan cara tertentu.

Begitu juga dengan “jeut beut” dengan “han jeut beut”. Itu maknanya melampaui teks. Maknanya bukan sekedar bisa membaca atau tidak bisa membaca Alquran. Melainkan sejauh mana nilai-nilai Alquran mengalir dalam darahnya. Ada banyak orang yang bisa mengaji, tapi hasudnya luar biasa. Sebaliknya, ada yang tidak bisa mengaji, jujur dan santun sekali.

Ini yang kita sebut “hana sikula” dan “hanjeut beut”. Walaupun kita sekolah dan mengaji, akhlak kita belum tentu terpuji. Walau sekolah dan dayah ada dimana-mana, emosi dan pikiran positif masyarakat kita belum tumbuh sempurna. Jangan-jangan, Aceh lambat maju juga karena dua hal ini. Banyaknya lembaga pendidikan tinggi di Aceh dan intensifnya kampanye syariat belum mengangkat kita ke pentas nasional. Dalam banyak hal, kita masih miskin, bodoh dan tertinggal.

Entahlah. Mungkin saya terlalu antusias merespon perang “sikula” vs. “hana sikula”. Atau “jeut beut” vs. “han jeut beut”. Semoga ribut-ribut ini hanya riak kecil yang bersifat temporal dari sebuah pesta demokrasi di ujung Sumatera. Semoga tidak meninggalkan luka sosial baru bagi masyarakat kita. Semoga kita lebih dewasa dalam melihat dinamika ini sebagai sesuatu yang biasa. Semoga tidak ada konflik berlebihan dan berkelanjutan gara-gara hal kecil semacam ini.

Semoga Pilkada kita pada Rabu 27 November ini akan damai-damai saja. Tidak ada lagi saling cekek sesama warga. Apapun yang terjadi kita harap hanya sebatas “bumbu Pilkada”. Kita di Aceh memang kurang hiburan. Kurang konser dan tak ada bioskop. Mungkin apa yang terjadi, kekisruhan dalam debat Pilkada, tes mengaji dan sebagainya, telah menjadi tontonan gratis sekaligus hiburan alternatif bagi kita semua. Bagus juga.

Bagaimanapun, sejauh ini kita berterima kasih kepada Ombus dan Mualem. Mereka berdua telah menjadi representasi dari kondisi objektif 4 juta rakyat Aceh. Dari tampilnya mereka berdua, kita diingatkan kembali dua tantangan mendasar masyarakat kita yang masih harus dibenahi. Pertama, kita “hana sikula” (intelectually uneducated). Disatu sisi kita memang sudah sekolah semua, tapi belum berakhlak sebagaimana mestinya. Cara kita bertindak sering emosional dan tidak rasional. Kedua, kita “hanjeut beut” (spiritually illiterate). Semua orang Aceh memang beriman kepada Al-Qur’an. Tapi tidak tanduk kita banyak yang koruptif dan kemasukan setan.

Saya kira, siapapun yang menang Pilkada, dua isu strategis ini patut diformulasikan kembali dalam visi misi gubernur. Saya percaya Aceh ke depan akan semakin baik. Sukses terus untuk Ombus dan Mualem!!

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.****

SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
sayyidmuniruddin.com
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/Habib.Munir/
Twitter-Xx.com/saidmuniruddin
Channel WA: The Suficademic
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

Bagikan:

One thought on “ISU STRATEGIS ACEH: “HANA SIKULA” DAN “HANJEUT BEUT”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

APA DOSA TERBESAR SETELAH SYIRIK?

Sat Nov 23 , 2024
APA

Kajian Lainnya

SAID MUNIRUDDIN adalah seorang akademisi, penulis, pembicara dan trainer topik leadership, spiritual dan pengembangan diri.