Jurnal Suficademic | Artikel No.4 | Maret 2025
Pak Darwis, Suficademic dan Dakwah Sains Spiritual di ITB
Oleh Said Muniruddin | Rector | Suficademic
Bismillahirrahmanirrahim.
Namanya Darwis. Pembelajar sejati. Orang Bugis. Salah satu pembaca setia Suficademic. Lahir di Parepare Sulawesi Selatan; kini menetap di Bandung. Saat ini beliau dipercaya sebagai Ketua Ikatan Orang tua Mahasiswa (IOM) ITB Cabang Jakarta.
Katanya, ini kali ke empat ke Aceh. Istrinya sudah dua tahun tiada. Anaknya sudah mengembara ke mana-mana. Ada yang di luar negeri dan sebagainya. Kali ini beliau berlebaran di Banda Aceh. Selama disini, ia tinggal di rumah adik kandungnya yang kebetulan kawin dengan orang Aceh.
Alasan ke Aceh bukan sekedar mengunjungi adiknya. Tapi secara khusus, katanya, ingin berjumpa dengan Said Muniruddin penulis artikel Suficademic. Sudah lama beliau mengirim pesan ke saya. Bahwa suatu saat kalau ke Aceh lagi, berharap bisa berjumpa untuk ngobrol tentang tema-tema spiritual.
Malam itu, Kamis bakda tarawih (27/3/2025) kami bertemu disebuah cafee di Banda Aceh. Pak Darwis mulai menceritakan perkembangan intelektual dan spiritualitasnya. Menurut pengakuannya, jiwanya mulai menemukan sesuatu setelah mendalami tema-tema sufistik. Ia mengungkapkan bagaimana batinnya merasakan ketenangan ketika memahami relasi hamba dengan Tuhan melalui ontologi tasawuf. Tulisan-tulisan Suficademic telah memberi bobot tersendiri terhadap perkembangan kesadaran esoterisnya.
Beliau juga seorang penceramah nilai-nilai dasar keislaman untuk mahasiswa ITB dan sekitarnya. Ada kekhawatiran mendalam dalam dirinya terhadap mahasiswa disana yang ia lihat cenderung banyak yang ikut terseret dalam arus sekularisme (ateisme). Sebagian mahasiswa kita memang mulai berpikir sangat kritis sekaligus apatis terhadap agama. Ini fenomena umum di semua tempat.
Sejumlah tulisan filosofis-gnostik Suficademic ia jadikan bahan diskusi dengan mahasiswa. Mahasiswa disana punya nalar tersendiri. Doktrin-doktrin relijius yang terlalu rigid cenderung ditinggalkan. Agama dengan segala dimensi gaibnya hanya mau diterima ketika dapat dijelaskan secara ilmiah. Disinilah posisi sains spiritual menjadi sentral bagi generasi mahasiswa sekarang. Pak Darwis banyak meminjam tulisan spiritual saintifik Suficademic sebagai bahan pencerahan pemikiran mahasiswa dalam diskusi-diskusi yang ia lakukan.
Tidak hanya bagi mahasiswa, artikel ilmiah populer Suficademic juga rutin beliau posting ke dosen-dosen ITB. Responnya luar biasa. Kelompok dosen yang menjadi grup diskusinya antusias membaca artikel yang disebut dapat diterima otak, sekaligus menyentuh hati. Mereka mengharapkan agar artikel-artikel Suficademic dapat segera dibukukan untuk menjadi salah satu bahan bacaan aktual dalam memahami spiritualitas Islam.
Tak terasa diskusi berlangsung lebih dari 2 jam. Di akhir pertemuan, kami turut menyampaikan terima kasih karena telah bersusah payah membaca setiap artikel Suficademic. Kami juga menyampaikan bahwa penting bagi kita semua untuk mengupgrade spiritualitas dari level pemikiran, seterusnya ke dimensi jiwa, sampai ke ruh. Proses beragama harus bergerak dari level “bacaan” (kognitif) sampai ke level “rasa” dan “pengalaman” (experience).
Ketenangan pada level pikiran dan jiwa, yang disebut “muthmainnah”, itu sekilas bisa dicapai lewat proses “mengetahui”. Pada level ini, agama bersifat “meditatif” (eling). Tapi Islam bisa menjadi agama yang bersifat “dialogis” dengan Tuhan. Itu yang disebut “radhiyatan mardhiyyah”. Itu hanya terjadi ketika beragama sudah ter-upgrade pada level ruhani. Butuh energi yang tinggi untuk masuk lebih dalam, dari level pikiran/mental/jiwa ke dimensi ruh/sirr. Disinilah dibutuhkan Pembimbing spiritual, yang melalui amal shaleh tertentu dapat membantu proses penataan diri (tazkiyatun nafsu), agar gelombang suprasadar dapat diaktifkan kembali.
Pak Darwis tertarik untuk mengupgrade konten keagamaan, dari “tau” ke “merasa”. Dari “membaca” ke “mengalami”. Saya kira bukan cuma Pak Darwis, kita semua juga harus begitu.
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Aali Sayyidina Muhammad.*****