Dari Razia Plat BL, ke Listrik yang Padam: Mau Teriak Apa Lagi?

Bagikan:

Jurnal Suficademic | Artikel No.26 | September 2025

DARI RAZIA PLAT BL, KE LISTRIK YANG PADAM: MAU TERIAK APA LAGI?
Oleh Said Muniruddin | Rector | Suficademic

Bismillahirrahmanirrahim.

KETIKA Bobby merazia truk plat BL di Medan, teriakan para politisi kita langsung mengudara. Satu persatu. Semua keluar dari sarangnya. Bawaannya siap berantam. Siap mempersembahkan nyawa. “Tangkap Bobby”. “Lo jual, gua beli.” “Kenapa gak sekalian minta pasport”. Heroik sekali. Saya suka!

Lalu tanpa hujan, tanpa badai. Listrik padam. Entah sengaja dipadamkam. Tak ada penjelasan. Tak ada foto kerusakan. Tak ada video perbaikan. Yang ada hanya retorika “interkoneksi”. Sejak Senin sore (29/9/2025). Sudah lebih dari 24 jam. Listrik masih hidup padam. Lebih banyak padamnya.

Masyarakat jadi korban. Tapi teriakan tak muncul. Tak ada slogan: “Listrik lo padamkan, PLN gua tuntut ke pengadilan”. Kecuali dari Ketua DPRA. Itupun hanya minta penjelasan. Kenapa bisa padam. Dengan sedikit nasehat, untuk minta tanggung jawab (Serambi Indonesia, 30/9/2025).

***

Kenapa bisa demikian? Kenapa dengan plat BK politisi ramai-ramai garang? Kenapa tidak demikian halnya dengan listrik yang padam, atau permasalahan mendasar lainnya terkait pelayanan pembangunan?

Sebab, level kecerdasan yang dibutuhkan sangat berbeda. Tingkat energi yang diperlukan beda sekali.

Untuk kasus razia plat BK, itu sudah cukup dengan sikap “reaktif”. Tinggal kutuk si Bobby. Suruh tulis sama wartawan. Viralkan. Besok sudah minta maaf dia. Selesai urusan.

Untuk kasus PLN, tidak cukup dengan kutuk mengutuk. Tidak selesai dengan cara itu. Harus ada strategi. Harus ada solusi jangka panjang. Pelayanan publik dan penyediaan energi menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah, PLN dan politisi harus duduk ini bersama. Harus berpikir. Pelik urusannya.

Karena itu, untuk urusan ketersediaan listrik tidak cukup dengan sekali teriak di media massa. Makanya tidak ada heroisme dalam urusan ini. Sehingga ramai-ramai memilih diam.

Para politisi lebih sering mengambil porsi “reaktif” atas sebuah kejadian. Sekali teriak, selesai. Sekedar terlihat peduli. Apalagi untuk kasus-kasus seksi.

Sementara, banyak persoalan yang menuntut sikap “pro-aktif”. Mulai dari usaha untuk meningkatkan kemandirian daerah, kualitas pendidikan, dan sebagainya. Untuk hal semacam memerlukan advokasi, gerakan politik, pengawasan, lobby dan kolaborasi berkepanjangan untuk menyelesaikannya. Tidak bisa dengan sekali teriak. Harus ada kapasitas yang baik dari para politisi.

Mungkin ada satu dua politisi yang “pro-aktif” membela kepentingan rakyat. Selebihnya hanya muncul kalau mau Pemilu. Atau baru terlihat saat ada momentum untuk teriak ini itu.

Tapi, sudah berteriak pun sebenarnya sudah bagus. Daripada tidak sama sekali. Sebab, ada anggota dewan yang duduk manis sepanjang masa. Tak terdengar ada suara. Apalagi terlihat bekerja. Mungkin kerjanya hanya mengawal aspirasi saja. Mereka tertidur sejak hari pertama dilantik. Baru terjaga menjelang dilantak.

Lebih dari itu, kita berimajinasi. Semua wakil kita di DPRA, DPR-RI dan DPD-RI bekerja sungguh-sungguh untuk mwmajukan Aceh. Punya visi, pemikiran, dan gerakan untuk itu.

Kita tidak berharap, wakil kita hanya bersuara saat ada lembu yang tertabrak. Atau cuma berteriak saat ada gubernur sebelah yang salah pasang gaya. Itu pun oke-oke saja. Untuk spontanitas membela marwah bangsa. Untuk meramaikan. Biar rusuh. Biar kelihatan kompak.

Tapi lebih jauh dari itu, kita berharap para wakil kita benar-benar menjadi aktor penting dalam penyelesaian masalah-masalah pembangunan. Mungkin tanpa perlu berteriak dan publisitas berlebihan, satu persatu masalah krusial bisa terselesaikan. Sehingga keberadaannya benar-benar berkontribusi positif bagi Aceh.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kajian Lainnya

SAID MUNIRUDDIN adalah seorang akademisi, penulis, pembicara dan trainer topik leadership, spiritual dan pengembangan diri.