
Jurnal Suficademic | Artikel No. 19 | Januari 2024
BERUSAHALAH MATI-MATIAN
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic
Bismillahirrahmanirrahim.
UNTUK hidup abadi, Anda harus mati. Setelah mati, baru hidup. Abadi.
Hal serupa berlaku untuk kesuksesan di dunia. Jika seseorang tidak “mati-matian” dalam sesuatu, ia tidak akan sukses di bidang itu. Kalau tidak mati-matian, Anda tidak akan ‘hidup’ dalam bidang yang Anda geluti.
Coba lihat Ronaldo, Messi dan pemain bola terkenal lainnya. Mereka menjadi seperti itu setelah mati-matian menjalani sesuatu. Latihannya pasti berat sekali. Mereka pasti berlatih lebih keras, lebih lama, lebih bersemangat dari yang lain. Atau mati-matian berusaha lebih cerdas dan cerdik dari yang lain. Kalau tidak mati-matian, walau bakatnya ada, mereka hanya akan menjadi pemain bola tanpa nama.
Anda juga tidak perlu marah dengan Cina yang rata-rata kaya raya. Saat saat masih SMU pernah tinggal di Kampung Laksana, Banda Aceh. Sebuah wilayah yang juga dihuni Chinese. Di sebelahnya ada Kampung Peunayong, China town-nya Banda Aceh. Hampir semuanya Tionghoa. Rupanya, saat kokok ayam Subuh, bukan cuma muslim yang bangun untuk sholat. Merekapun saban hari saya lihat bangun cepat, bahkan sebelum Subuh sudah melakukan jogging di seputaran Simpang Lima.
Cuma ada beda antara saya yang Muslim dengan kawan-kawan Chinese yang rata-rata Budha. Kalau saya, setelah sholat subuh tidur lagi. Atau paling ngopi. Cina, setelah bangun subuh langsung persiapan untuk memulai usaha. Jadi, bagaimana tidak kaya raya kalau kebiasaannya seperti itu. Chinese adalah anggota “The 5am Club”. Mereka pejuang tangguh, yang mati-matian berusaha bangun cepat. Bangun pagi-pagi, lalu melakukan relaksasi, sebelum memulai kerja. Tahajud punya makna yang sama. Bangun di pagi buta, melakukan visualisasi spiritual untuk kesuksesan, sebelum bertindak esoknya.
Semua orang sukses adalah orang yang “mati-matian”. Makna mati-matian disini bukan cari mati. Bukan sampai ngos-ngosan. Bukan menyakiti diri. Bukan cari penyakit. Bukan tergopoh-gopoh. Bukan terburu-buru penuh nafsu. Bukan gegabah. Bukan bunuh diri. Juga bukan bekerja sampai lupa sholat dan makan. “Mati-matian” bermakna memberikan usaha dan nilai lebih terhadap sesuatu. Lebih disiplin. Lebih konsisten. Lebih yakin. Lebih giat. Lebih kuat. Lebih fokus. Lebih teliti. Lebih kritis. Lebih kreatif. Lebih responsif. Lebih peduli. Lebih tenang. Lebih sabar. Ada nilai mujahadah yang lebih besar yang Anda berikan dalam mencapai sesuatu. Itulah makna “mati-matian”.
Karena itu, kaum sufi mengatakan: “matilah sebelum engkau mati”. Maknanya, kalau ingin benar-benar hidup, maka berusahalah mati-matian. Tidak hanya untuk hidup sukses dalam aspek duniawi (materi), esensi ukhrawi juga diperoleh melalui ubudiyah dan mujahadah “mati-matian”. Bahkan perjumpaan dengan Allah, sesuatu yang diyakini banyak orang tidak mungkin terjadi selama di dunia, juga bisa dicapai. Dengan syarat, Anda harus mengetahui caranya, lalu mati-matian menempuh jalan itu. Kalau malas, abai (ignorance), tidak sensitif, ragu, banyak tidur, mudah menyerah, dan kelamaan duduk di warung kopi; kita tidak akan sampai kemana-mana. Di dunia pasti gagal. Apalagi di akhirat.
Contoh orang yang matian-matian dalam berusaha adalah para nabi. Mereka semua berhasil memperoleh nikmat berjumpa Tuhan, setelah habis-habisan bermujahadah mengolah jiwa (tazkiyatun nafs). Sholat pun, kalau dilakukan secara mati-matian, bisa membuat Anda bermikraj ke sisi Tuhan. Pengalamaan hudhuri (ilham dan kewahyuan) seperti itu bukan momen yang didapat secara gratis. Ada bayarannya. Mahal sekali. Para nabi menjadi makhluk yang tercerahkan, setelah mati-matian menegasikan segala sesuatu, kecuali Tuhan.
Semua nabi capek, berkeringat dan berdarah-darah. Kalau sukses itu sudah ditakdirkan, tentu tidak perlu susah payah bagi seorang Muhammad untuk mendaki lereng gunung, lalu bertapa selama bermalam-malam setiap tahun, dalam lobang yang sempit dan panas itu. Semua ahli suluk sudah pernah merasakan suasana kelambu. Sebuah kehidupan yang berharga harus dibayar dengan usaha mati-matian (kesungguhan). There is a price for freedom!
Penutup
Sekarang coba lihat ke diri Anda. Berapa usia Anda? Sudah sukseskah Anda? Sudah kaya? Sudah mencapai sesuatu yang besar? Sudah merasakan pertemuan dengan Tuhan? Jika belum, Anda termasuk orang yang belum mati-matian. Mungkin kita belum belajar sama Cina. Juga belum belajar sama nabi kita.
Orang Islam sekarang sudah maju, karena tidak lagi mati-matian dan takut mati. Padahal, jihad itu adalah ibadah untuk mencari “mati”. Lebih tepatnya “mati-matian” (sungguh-sungguh). Sukses tidak di dapat dalam semalam. Ada proses. Mukjizat pun hanya terjadi setelah kita sudah berusaha setengah mati. Bahkan, mati dalam keadaan sungguh-sungguh, itu mati syahid.
Ada yang berpendapat, tidak perlu berusaha mati-matian. Sebab, kalau mati kita tidak membawa semua materi yang kita kejar itu. Memang benar. Tapi, yang kita bawa mati adalah nilai dari kesungguhan, nilai dari usaha yang mati-matian itu. Itulah mati syahid, mati dalam keadaan sungguh-sungguh. Kematian seperti ini akan diberi pahala surga.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: sayyidmuniruddin.com
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/Habib.Munir/
Twitter-X: x.com/saidmuniruddin
Channel WA: The Suficademic
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2
Terima kasih.