Jurnal Suficademic | Artikel No.9 | Juli 2025
“PEMIMPIN YANG PINTER DAN RAKYAT YANG PATUH”: ADAKAH ITU?
Oleh Said Muniruddin | Rector Suficademic
Bismillahirrahmanirrahim.
APA penyebab sebuah daerah susah maju padahal sumberdaya alamnya melimpah, ilmuan banyak, uangnya berlebih, politisinya hebat dan birokratnya berpengalaman? Tinggal Anda kaitkan pertanyaan ini dengan kondisi desa, kabupaten, provinsi atau negara Anda.
Salah satu jawabannya adalah, karena daerah tersebut terlalu banyak orang pinter. Terlalu banyak orang pinter tidak menjamin kemajuan. Bahkan sebaliknya. Semakin kacau.
Untuk maju, cukup punya satu orang pinter saja. Tidak berat syarat agar daerah menjadi maju. Cukup memiliki satu orang pinter saja. Kan tidak berat itu.
Yang harus pinter itu adalah pemimpinnya. Selebihnya jadilah orang patuh. Yang ada dibawah tidak usah banyak gaya. Cukup patuh saja.
Kalau semuanya pinter, itu bahaya. Bayangkan. Pemimpin bilang A, staf bilang B. Komandan belok kanan, prajurit belok kiri. Gubernur ngomong ini, kadisnya ngomong itu. Bupati menyanyikan lagu Y, pegawainya menyanyikan lagu Z. Akibatnya tidak sejalan. Tidak sinkron. Terjadi pengkhianatan. Masing-masing punya ego. Merasa paling tau. Paling benar. Masing-masing punya visi dan agenda berbeda.
***
Tidak sulit mendidik orang untuk pinter. Yang sulit itu mendidik untuk patuh. Semua orang sudah pinter, tau bahwa lampu merah di jalan pertanda harus berhenti. Tapi lihat sendiri di tempat Anda. Berapa banyak yang melanggar. Tidak patuh. Iblis itu pinter. Tapi tidak patuh.
Makanya, cukup satu orang saja yang pinter. Yaitu “Adam”. Pemimpin yang diangkat Tuhan, yang memang sangat cerdas karena sudah diajari “Nama-Nama”. Selebihnya, apakah Anda sebagai iblis ataupun malaikat, jangan sok pinter. Patuh saja sama Adam.
Dalam tradisi teokrasi, dalam model kepemimpinan para nabi ataupun ulama. Yang harus pinter itu cukup nabi dan ulamanya saja. Namanya juga “nabi”. Artinya pembawa berita. Artinya banyak informasi dan pengetahuan yang ia punya. Punya visi dia. Sehingga layak diikuti. Begitu juga “ulama”, artinya ‘alim. Orang banyak tau. Sehingga patut diikuti. “Athiullah, wa athiurrasul, wa ulil amri minkum”.
Salah satu penyebab zionis kewalahan dengan Iran adalah karena sistem teokrasinya. Masih ada orang pinter di Iran itu. Dan hanya satu orang saja. Yaitu Imam Ali Khamenei. Visioner, alim dan berani orangnya. Yang lain; prajurit, ilmuan dan rakyatnya patuh-patuh saja. Tidak banyak belagu mereka.
Namun Iran juga punya masalah. Kelompok-kelompok reformis, termasuk presidennya, itu agak-agak pinter orangnya. Terkadang seperti ingin mendahului pemimpin spiritualnya. Ketika Khamenei dengan tegas menolak bernegosiasi dengan zionisme barat yang terkenal liciknya, kelompok reformis justru sebaliknya. Menyatakan minat untuk bernegosiasi. Itu problemnya. Kalau sudah banyak orang pinter, kacau perjuangan.
Nabi pun tidak memiliki kondisi pemerintahan yang begitu ideal. Nabi itu cerdasnya sempurna. Tapi banyak rakyat dan orang disekelilingnya yang munafik. Ayat tentang munafik kan banyak. Tapi dengan memiliki sejumlah lingkaran dalam yang patuh, itu sudah cukup untuk membuat Islam yang dibawanya menjadi maju.
***
Dalam sistem demokrasi seharusnya juga begitu. Pemilu itu sebenarnya ajang untuk menseleksi dan memilih “orang pinter”. Setelah terpilih, ikuti dia. Patuh saja. Cukup satu orang pinter untuk diangkat sebagai imam, lalu bacaan dan geraknya diikuti oleh 200 juta rakyatnya, maju Indonesia. Maju provinsi Anda. Maju kabupaten Anda. Maju desa Anda.
Tapi yang terjadi dalam sistem demokrasi justru sebaliknya. Pemilu itu diadakan untuk memilih orang bodoh. Untuk didikte, diperintah dan diarahkan oleh orang-orang ‘pinter’. Ada cukong, mafia, kartel dan bos partai dibelakang pemimpin bodoh ini. Ini penyebab kerusakan negara dan daerah menjadi lebih parah. Beruntung kalau orang-orang dibelakang sang pemimpin adalah para penasehat dan pemberi fatwa yang lurus. Tapi kenyataannya, rata-rata adalah pembisik bermasalah; yang picik dan punya motif pendek.
Amerika sekalipun tak luput dari fenomena ini. Donald Trump itu bukan pemimpin pinter. Dia pemimpin bodoh. Semua pemimpin Amerika, itu bodoh. Ada “shadow state” dibelakangnya, ada kelompok lobi, ada zionis-zionis kaya yang mencocok hidung semua pemimpin Amerika untuk patuh pada agenda mereka. Kalau ada pemimpin pinter, pasti dibunuh. Jhon F.Kennedy misalnya. Harus orang bodoh yang bisa dimenej yang jadi pemimpin di negara adidaya.
Karena itulah kita lihat seluruh dunia berantakan dibuat oleh Amerika. Dimana ada mereka pasti terjadi chaos. Dibuat chaos oleh kehadiran mereka. Irak, Afghanistan, Suriah, Libya, Palestina, Ukraina, dst. Itu akibat pemimpin Amerika adalah orang jahil (bodoh), yang dikontrol oleh kekuatan gelap dibelakangnya.
Kesimpulan
Negara menjadi kuat kalau dipimpin orang pinter dan rakyatnya patuh. Mencapai kondisi ideal ini sangatlah menantang. Melahirkan orang pinter untuk jadi pemimpin itu beratnya setengah mati. Konon lagi untuk menciptakan masyarakat yang patuh, itu lebih berat lagi. Suatu ketika Imam Ali ditanya, kenapa masa khalifah Abubakar dan Umar pemerintahan berjalan relatif aman. Kenapa masa kepemimpinan Ali begitu rusuh. Imam Ali menjawab: “Karena Abubakar dan Umar memimpin orang-orang (baik) seperti aku, sedangkan aku memimpin orang-orang (munafik) seperti kalian”.
Sebaliknya. Negara menjadi mandeg kalau dipimpin orang pinter, tapi rakyatnya tidak patuh. Tidak patuh (kepada yang benar) merupakan bentuk terburuk dari kebodohan (jahil). Karena, “Islam” sendiri bermakna “tunduk, patuh, pasrah atau berserah diri” (kepada kebenaran). Kenali kebenaran, lalu tunduk patuhlah kepadanya.
Negara juga menjadi kacau, kalau pemimpinnya bodoh, dan rakyatnya tidak patuh. Negara semacam ini autopilot menuju kehancuran. Rusuh terus. Demo terus. Bisa terjadi reformasi, bahkan revolusi.
Karena itu, sebuah sistem yang korup biasanya menuntut dan mengontrol rakyatnya untuk patuh. Walaupun pemimpinnya bodoh (korup, otoriter, zalim, kapitalistik), dengan rakyatnya patuh atau dibuat patuh, aman juga negara itu. Paling tidak untuk kepentingan penguasa dan “shadow power” dibelakangnya.
Negara-negara aristokrat arab, modelnya semacam ini. Syariat dijadikan alat untuk mengontrol rakyat untuk patuh. Padahal, pemimpinnya sendiri itu agen zionis, korup dan zalim. Mereka cuma nonton saja saat warga Gaza dibunuh. Bahkan membantu Israel untuk melakukan itu. Sehingga dipopulerkan sebuah istilah untuk melanggengkan status quo mereka: “Memiliki dan patuh pada pemimpin zalim, itu lebih baik daripada tidak ada pemimpin”.
Pertanyaan terakhir; negara, provinsi, kabupaten atau desa Anda masuk dalam kategori mana? Atau ada varian relasi lainnya?
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****