Jurnal Suficademic | Artikel No. 127 | Desember 2023
BERAGAMA SAMPAI KE GELOMBANG GAMMA
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. Imam Ali bin Abi Thalib berkata: “Manusia dalam keadaan tertidur, baru terjaga kalau sudah mati”.
الناس نيام فإذا ماتوا انتبهو
Sekarang kita coba pahami perkataan Beliau ini melalui teori “brainwaves” (gelombang otak) dalam neurosains.
Gelombang Otak (Brainwaves)

Gelombang otak adalah ritme/pola aktifitas impuls listrik yang terjadi secara berulang-ulang di sistem saraf pusat atau otak. Perilaku, emosi, dan pikiran seseorang dikomunikasikan antara neuron di dalam otak. Semua gelombang otak dihasilkan oleh pulsa listrik yang disinkronkan dari massa neuron yang berkomunikasi satu sama lain. Jadi, ada elemen cahaya, listrik atau elektromagnetik dalam diri manusia, khususnya dalam sistem saraf, yang menggambarkan pola kesadaran manusia.
Otak manusia memiliki 5 jenis gelombang, yang bekerja dengan kecepatan berbeda, pada berbagai frekuensi. Nama klasik untuk pita EEG gelombang kesadaran ini adalah: Delta (0-4 Hz), Theta (4-8 Hz), Alpha (8-12 Hz), Beta (12-30 Hz) dan Gamma (30-100 Hz). Itu susunan gelombang otak, dari frekuensi terendah sampai ke yang tertinggi. Dari kondisi paling “lelap” (sleep), sampai paling “terjaga” (awake).
Posisi Alpha sampai ke Theta dan Delta adalah kondisi “tertidur”. Jika Alpha (8-12 Hz) masih dalam keadaan relaks, Theta (4-8 Hz) sudah masuk dalam gelombang tidur. Sementara Delta (0,5-4 Hz) sudah dalam bentuk tidur yang sangat nyenyak, bahkan sudah masuk ke alam mimpi.
Sedangkan posisi Beta sampai Gamma adalah kondisi terjaga. Jika Beta (12-30 Hz) berbentuk keterjagaan intelektual (akal), maka Gamma (30-100 Hz) merupakan kondisi keterjagaan spiritual (ruh). Keduanya adalah bentuk gelombang yang dialami manusia dalam keadaan sadar (terjaga). Namun, kesadaran Beta adalah bentuk kesadaran kritis intelek (meningginya fungsi kognitif/memori). Sedangkan kesadaran Gamma adalah model gelombang “atas sadar”, sebuah kondisi ketercerahan ruhani (enlightened). Ilham dan wahyu turun pada gelombang tinggi Gamma ini.
Maknanya apa?
Umumnya manusia, seperti disinggung Imam Ali di atas, berada dalam keadaan “tertidur”. Mereka hidup dan berkembang. Imajinasinya terus berjalan. Mereka bersenang-senang, melihat dan berinteraksi dengan banyak hal. Tapi semuanya tidak lebih dari sebatas “hayalan”, “mimpi”, bahkan “angan-angan”. Dunia ini fana, fatamorgana (mumkinul wujud). Semua wujud visual ini tidak lebih dari mimpi.
Benar kata Sang Imam, manusia dalam keadaan “tertidur”. Rata-rata manusia lalai dan terpaut hatinya dengan dunia dalam kesadaran Alpha, Theta dan Delta. Kita hidup di dunia maya, “metaverse”. Permainan belaka. Ada yang sedang bermimpi indah. Ada juga yang hidupnya seperti mimpi buruk. Selama tidak bertemu dengan Wujud Absolut (Allah), hidup kita tidak lebih dari “mimpi”.
Mati, Baru Terjaga
Tujuan manusia adalah berjumpa Tuhan. Perjumpaan hakiki dengan Tuhan bukanlah sebuah kejadian yang dialami dalam bentuk “halusinasi” di alam bawah sadar. Tuhan adalah Wujud Absolut yang pengalaman perjumpaan dengan-Nya mesti dialami dalam keadaan “super-sadar”. Pengalaman rujuk, liqa’ atau wushul ilallah; terjadi di alam atas sadar, saat gelombang Gamma dalam diri seseorang sudah aktif.
Kondisi Gamma adalah bentuk kesadaran ketika aktifnya gelombang muraqabah, gelombang ilham atau wahyu. Seseorang telah mengalami mukasyafah. Jiwanya berada dalam keadaaan “highly alert”. Dia bisa menyaksikan, mengalami musyahadah terhadap banyak hal, melalui mata bashirah. “Spiritual sensoric system”-nya telah aktif. Dengan mudahnya ia menangkap berbagai gelombang pesan dan vibrasi yang hadir dari berbagai penjuru dunia Ilahi.
Itulah bentuk “perjumpaan” atau “keterintegrasian” seseorang dengan gelombang Tuhan. Dalam terminologi sufi disebut wahdatusy syuhud ataupun wahdatul wujud. Itu hanya dialami oleh orang-orang yang telah “terjaga” (awake) atau “tercerahkan” (enlightened) secara kebatinan. Biasanya terjadi pada nabi, wali dan orang-orang shaleh di sepanjang masa.
Syarat untuk terjaga dan tercerahkan seperti ini hanya satu. Yaitu, sebagaimana arahan Imam Ali, Anda harus mengalami “kematian”. Tidak harus mati betulan untuk berjumpa dan tersambung dengan Tuhan. Belum tentu pun kalau seseorang mati bisa berjumpa dan diterima oleh Allah. Kecuali sebelumnya telah benar-benar mengalami “kematian ego” (kematian iradhi).
Itulah yang dalam metodologi sufi disebut: “matilah kalian sebelum mati”. Matikan ego, dan bahkan akal, untuk memahami dan merasakan perjumpaan dengan Gelombang (Dzat) Tuhan. Gelombang Gamma (gelombang rabbani) hanya akan muncul/hadir setelah seseorang mampu melampaui berbagai gelombang Beta (kesadaran intelektual). Nabi Musa itu, sebagaimana umumnya otak Yahudi, gelombang Betanya tinggi sekali. Namun harus mendapat sentuhan seorang Khizir untuk tercelup dalam frekuensi Gamma (gelombang kearifan Ilahi).
Memang, kondisi “terjaga”, itu ada dua: Beta (intelektual) dan Gamma (spiritual). Melalui gelombang kesadaran Beta seseorang dapat mengetahui adanya Tuhan, secara rasional. Orang yang berpikir logis pasti menyadari adanya Pencipta dibalik semua fenomena alam semesta. Pengajaran tauhid dan syariat dilakukan dalam gelombang ini. Agama, pada level tauhid dan syariat, adalah pengetahuan untuk dimensi akal. Dunia sains juga dibangun dengan bentuk-bentuk rasionalisme dari gelombang Beta.
Tapi, untuk bisa bertemu dan terkoneksi dengan Wujud Metafisika murni (Tuhan), seseorang harus naik ke gelombang kesadaran yang lebih tinggi. Yaitu, Gamma. Gamma adalah gelombang qalbu. Ia hanya akan aktif ketika gelombang “ego” dan “otak” di hibernasi (ditidurkan). Kecerdasan rasional Beta dalam membaca fenomena/ayat harus di “ummi”-kan terlebih dahulu, sebelum seseorang “dibangkitkan” kembali jiwa shudur-nya dalam keadaan terjaga dan tercerahkan.
Proses untuk “dibangkitkan” kembali ini, adalah perjalanan untuk kembali ke “asal”. Dalam bahasa pengamal meditasi disebut sebagai usaha kembali ke the source of creation. Ini terkait dengan mekanika “Martabat Tujuh” dalam ajaran kaum sufi. Manusia muncul ke muka bumi hingga menjadi makhluk berakal, itu telah melewati serangkaian proses di berbagai alam kesadaran sebelumnya. Mulai dari alam kesadaran ruh (alam rahim/imajinal) sampai kemudian menzahir di alam material.
Untuk kembali ke alam Tuhan, manusia juga harus menempuh jalan serupa. Maka, langkah yang dilakukan adalah dengan “mematikan diri” (mematikan kesadaran ego/otak) melalui sejumlah teknik zikir. Sehingga manusia bisa kembali masuk ke alam imajinal. Gelombang kesadaran manusia akan kembali dibawa ke gelombang Alpha, Theta, sampai ke Delta. Pada level ini, manusia mirip-mirip telah menempuh alam “kematian” (deep sleep). Tapi kemudian bisa bangkit/terjaga (awake) di alam kesadaran Ruh/Ketuhanan (Gamma). Perlu seorang master, guru, khizir atau jibril untuk menguasai peta alam metafisika ini.
Itulah yang dilakukan Muhammad di gua Hirak. Simulasi untuk mencapai kesadaran Gamma ini sudah beribu tahun diajarkan oleh para nabi dan sufi, sejak era Adam as. Metode beragama ini diwariskan terus menerus dari satu generasi ke generasi lainnya. Inilah metode khusus, yang menyebabkan seseorang bisa berkomunikasi dalam berbagai kode dan bahasa dengan Tuhan.
Penutup
Itulah penjelasan ilmiah dari argumen sufistik Imam Ali bin Abi Thalib: “Manusia dalam keadaan tertidur dan baru terjaga kalau sudah mati”.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.
#powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok: tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter: twitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2