“The Angel at The Fence”: Imajinasi Rosenblat dan Seni Desepsi Israiliyat

Bagikan:

Jurnal Suficademic | Artikel No.24 | September 2025

“Angel at The Fence”: Imajinasi Rosenblat dan Seni Desepsi Israiliyat
Oleh Said Muniruddin | Rector | Suficademic

Bismillahirrahmanirrahim.

KISAH ini bermula pada musim dingin tahun 1944. Dunia dalam kecamuk Perang Dunia II. Seorang bocah berusia 15 tahun menderita kelaparan. Ia terkurung dalam penjara Nazi. Tepatnya di kamp konsentrasi Schlieben, Jerman. Namanya Herman Rosenblat. Seorang Yahudi kelahiran Polandia.

Dalam penderitaannya, Roma Radzicki, sang malaikat kecil muncul di luar pagar. Perempuan cilik berusia 9 tahun ini juga seorang Yahudi. Iia menyamar dalam penampilan Kristen. Ia tinggal di perkebunan disekitar itu.

Setiap hari Roma datang. Dari atas kawat listrik berduri ia melempar apel ke Rosenblat. Setiap kali datang, ia berjanji untuk kembali. Untuk membawa apel dan makanan lainnya. “I will come back tomorrow”, katanya. Dia terus melakukan itu selama 7 bulan. Sampai kemudian berpisah, setelah Rosenblat dipindahkan ke kamp lain.

Singkat cerita. Perang Dunia II usai. Jerman kalah. Rosenblat selamat. Ia pindah ke Florida, Amerika.

Tak terduga, mereka bertemu kembali 13 tahun setelah itu. Tanpa mengenal satu sama lain. Hal itu terjadi di Coney Island, New York pada tahun 1957. Kedua insan ini sedang blind date. Mereka janjian untuk berjumpa. Mereka saling berbagi cerita. Ternyata, perempuan yang ada dihadapan Rosenblat adalah orang yang telah menyelamatkan hidupnya. Perempuan yang ia kencani ini adalah ‘malaikat’ yang setiap hari melempar apel saat ia kelaparan di kamp Nazi.

Singkat cerita, mereka kawin.

Sampai disini, mungkin hati Anda menjadi terharu. Mungkin ada air mata yang menetes setelah mendengar kisah cinta yang luar biasa ini.

***

Kisah ini disebut oleh Rosenblat sebagai “memoir”. Kisah nyata, pengalaman pribadinya. Ia menulis itu dalam sebuah buku yang diberi judul: “The Angel at the Fence: The True Story of a Love that Survived”. Karyanya ini memantik perhatian dunia.

Buku yang ia sebut sebagai “True Story” ini rencananya akan dirilis oleh Berkley Books pada Februari 2009. Hak untuk membuat film tentang dirinya juga sudah terjual seharga $25 juta dolar. Rencananya akan diproduksi oleh Harris Salomon dari Atlantic Overseas Production. Bahkan Castel Film Studios, sebuah studio film terbesar di Eropa Tengah dan Timur ikut serta sebagai co-producer.

Celakanya, buku itu batal terbit pada 27 Desember 2008. Ternyata, isinya fabricated. Palsu. Ceritanya hayalan. Bukan sungguhan. Pembuatan film pun ikut dihentikan. Publik marah. Rupanya kisah hidup Rosenblat dan perjumpaanya dengan Roma dalam penjara hanya ilusi semata. Tidak pernah terjadi. Memang kisah Holocaust itu ada. Tapi ia berusaha memasukkan dirinya dalam bagian sejarah itu.

Setahun sebelumnya, pada 2007, Rosenblat dan istri tampil sebagai tamu istimewa dalam “The Oprah Winfrey Show”. Sebuah Talk Show ternama di Amerika. Oprah sampai menyebut sesi itu sebagai “the single greatest love story”. Bagi Oprah, ini kisah cinta terbesar yang pernah ia dengar selama 22 tahun menjalankan talk show. Disana, Rosenblat hadir bersama istri. Tak tanggung-tanggung, mereka bersandiwara. Rosenblat dengan satu kakinya berlutut di lantai. Lalu memasangkan cincin di jari Roma. Semua yang hadir pecah dalam haru dan air mata. Karena menyaksikan salah satu kisah cinta paling fenomenal di dunia, yang bermula dari kamp konsentrasi 63 tahun lalu.

Ternyata bohong semua. Dunia tertipu sedemikian rupa. Oleh satu orang, yang didukung penuh oleh istrinya. Sepuluh tahun lebih Rosenblat mengarang cerita bohong itu dan menyampaikannya kemana-mana. Rapi, percaya diri dan profesional sekali prosesnya. Kata orang, betul-betul Yahudi!

***

Kerancuan kisah Rosenblat sempat menuai kritik dari sejumlah pihak. Termasuk oleh Deborah Lipstadt (holocaust schoolar), Kenneth Waltzer (director of jewish studies at Michigan University), juga Sharon Sergeant dan Colleen Fitzpatrick (forensic genealogist).

Menurut para peneliti, pagar listrik di kamp konsentrasi Schlieben sangat terjaga. Sama sekali tidak bisa didekati publik. Karena ada kantor paramiliter Nazi SS di situ. Aneh kalau ada yang tiap hari bisa bawa makanan untuk dilempar ke dalam kamp. Bahkan fakta lainnya, istrinya itu waktu kecil tinggal di Breslau, yang jauhnya 200 mil dari Schlieben. Bukan tinggal disekitar itu.

Sejumlah teman dan anggota keluarganya juga menolak cerita itu. Menurut mereka, motif Rosenblat hanya ingin terkenal, dan punya banyak uang. Termasuk ingin menguatkan kembali memori holocaust kepada publik.

Anaknya sendiri marah dengan ayahnya. Bahkan menyebut, “My father is a man that I don’t know.” Ayahnya telah menjadi pembohong. Walau pun istrinya tidak peduli kalau suaminya berbohong, anaknya berusaha bertahun-tahun untuk menghentikan perilaku ayahnya. Namun gagal.

***

Dalam “Good Morning America” di ABC News (18 Februari 2009), dia sempat diwawancarai setelah 13 tahun kebohongannya terbongkar. Ia santai berkata: “it wasn’t my lie, it was my imagination. In my mind, I believe it; even now I believe it that she was there and throw the apple to me. Yes, it is not true, but in my imagination, it was true.”

Sesederhana itu ia berkelit. Menurutnya, ia tidak berbohong. Sebab, semua cerita itu sungguh ada. Yaitu ada dalam pikirannya. Bahkan ketika ditanya, kenapa istrinya setuju ia berbohong. Lagi-lagi, dengan rileksnya ia menjawab: “because she loves me“.

Rosenblat meninggal di Florida pada 5 Februari 2015. Bahkan sampai ia meninggal, ia tetap bersikukuh ia tidak berbohong. Ia bahkan tidak menyesali sikapnya itu. It wasn’t a lie. It was true, in my imagination.

Rosenblat “Imagination”

***

Dari Rosenblat kita belajar the art of deception. Kalau ingin berbohong, berbohonglah sungguh-sungguh. Bahkan Anda sendiri, sampai mati tidak akan pernah mengaku, bahwa itu kebohongan. Apa lagi sampai harus minta maaf. Bila perlu, cari argumentasi yang bagus, berimajinasilah, bahwa kebohongan Anda itu sebagai sebuah kebenaran.

Seni berbohong ini nantinya mengarahkan kita untuk memahami “the dark zionistic imagination”. Hanya dengan satu Rosenblat, seluruh Amerika tertipu. Konon ketika satu organisasi, satu korporasi, satu kelompok elit global bekerja sama untuk tujuan itu. Efeknya tak terbayangkan untuk dunia. Sebab mereka punya agenda. Punya uang. Punya jaringan. Punya media dan senjata. Semua bisa diramu menjadi satu pemahaman baru tentang The New World Order.

Dunia zionisme adalah dunia penuh kebohongan. Yang dirangkai dengan agama, data, fakta, sejarah dan logika. Sehingga lahir imajinasi baru tentang kebenaran, dalam mencapai project masa depan: money, oil and control. Cerita Holocaust, pengusiran warga Gaza, pembunuhan 65 ribu jiwa, pembantaian anak-anak, proses melaparkan warga Palestina; semua menjadi bagian dari “imajinasi” indah zionisme untuk mewujudkan impian “Tanah Yang Dijanjikan”. Imajinasi mereka sebagai the chosen people telah memungkinkan mereka untuk profesional memperlakukan orang lain sebagai objek untuk diludah, diusir, dan dibunuh.

Zionis mampu membangun “imajinasi”. Semua perilaku kriminal mereka selama puluhan tahun itu sebagai kebenaran. Sebagai usaha untuk membangun kembali Rumah Suci Tuhan. Mereka mampu membungkus tindak terorisme dan pembantaian lewat narasi “self-defense”. Mengebom rumah sakit dan tenda-tenda pengungsian sebagai tindakan menumpas Hamas. Kalau ada yang berani melawan, maka mereka akan berimajinasi itu sebagai “anti-semit”. Kelompok perompak yang hadir atas bantuan Inggris ini berusaha berimajinasi bahwa gerakan keorganisasiannya sah sebagai sebuah “negara”. Lalu berusaha membagi imajinasi dan meyakinkan dunia, Palestina itu tidak ada.

Kebohongan menjadi fondasi utama dari “politik imajiner zionisme.” Dan itu harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Karena inilah kekuatan dari the dark, demonic imagination. Politik zionis ini sederhana sekali: you have to fake the world with speech, story, movie, report, and news. Do it with strong belief and imagination. Kalau Anda lihat cara bicara Trump dan semua pejabat AS yang pro Israel, gaya demonic-nya sama semua. Berbohong secara sungguh-sungguh!

Untungnya, dunia sudah terbuka mata. Sudah berbalik arah. Kebohongan mereka sudah terlalu telanjang. Sihir mereka tidak efektif lagi. Bukan cuma kisah “The Angel at The Fence” yang palsu. Narasi WTC dan 9/11 juga bodong. Dibalik semua petaka besar dunia, ada narasi dan kebohongan yang lahir dari “imajinasi” israiliyat. Namun demikian mereka masih bekerja, dengan sisa imajinasi yang ada. Sebelum dihakimi oleh dunia!

Terkait kemampuan zionis dalam melakukan desepsi, imajinasi, dan perilaku mengubah kebenaran disebutkan dalam Al-Baqarah 79:

فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis (kebenaran) Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu (berimajinasi) dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan (QS. Al-Baqarah: 79)

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Mualem dan DPRA: Setelah Becko, Apa?

Mon Sep 29 , 2025
Jurnal

Kajian Lainnya

SAID MUNIRUDDIN adalah seorang akademisi, penulis, pembicara dan trainer topik leadership, spiritual dan pengembangan diri.