BANDA ACEH (Sabtu, 23/8/2025). Said Muniruddin, Rector Suficademic, mengomentari target penurunan kemiskinan Aceh dalam RPJMA 2025-2029. Kemiskinan Aceh diproyeksikan turun dari 12,33 persen pada tahun 2025, menjadi 6-7 persen pada tahun 2029. Berarti turun sekitar 1,3 hingga 1,5 persen pertahun.
Apakah ini mungkin?
Said Muniruddin menjawab, “iya, sangat mungkin. Semuanya mungkin. Semua kita punya imajinasi, semangat dan asumsi”. Ia menambahkan, “dan kalau terjadi, ini salah satu mukjizat kepemimpinan Mualem”.
Menurut Rector Suficademic, penurunan kemiskinan sebesar 6-7 persen selama satu periode gubernur bukanlah pekerjaan biasa. Belum ada bukti empiris hal semacam itu terjadi di Aceh dalam kurun 20 tahun terakhir Aceh menerima dana Otsus dan DBH Migas. Bisa turun 1 persen saja setiap tahun, itu sudah hebat sekali. Rata-rata penurunan kemiskinan Aceh selama dua dekade terakhir hanya sekitar 0,8 persen.
Karena itu, kalau ini terjadi, ini sudah ada intervensi “malaikat”. Sebab, sumberdaya pemerintahan kita belum terlihat punya kemampuan, dan mungkin juga kemauan yang kuat untuk itu. Kemauan akan melahirkan kemampuan. Kemauan bersama inilah yang melahirkan mukjizat.
“Beberapa waktu silam saya melihat video pak Bupati Tarmizi di Aceh Barat. Pagi-pagi beliau menyidak kantornya. Jam 8.30 belum ada pegawai yang masuk. Ini salah satu sampel kinerja aparat. Bayangkan hal semacam ini terjadi di seluruh Aceh. Bagaimana mungkin secara kolektif kita bisa menurunkan kemiskinan setajam itu. Gubernur dan bupati punya visi besar. Tapi ambisinya tidak mengakar ke bawah”, sebut Said Muniruddin.
Namun demikian, di banyak tempat di seluruh Indonesia, rakyat dan pegawai juga mengalami demoralisasi setelah melihat gaya hidup mewah pemimpin mereka. Visinya memang merakyat. Tapi gaya hidup gubernur, bupati dan anggota dewannya tidak bersahaja. Staf akan menilai bahwa semuanya pura-pura. “Ketauladanan sikap harus diperlihatkan oleh para pemimpin agar memberi inspirasi bagi bawahan”, sebut Said Muniruddin.
Rektor Suficademic setuju, semangat yang tinggi sangat diperlukan dalam membangun Aceh. Punya cita-cita menghilangkan kemiskinan, itu bagus sekali. Itulah fungsi RPJMA. Buku mimpi. Dokumen yang indah. Tapi seringkali, cita-cita hanya dimiliki oleh yang menyusun RPJMA. Seringkali itu lahir dari semangat diskusi beberapa kelompok orang saja. “Tapi setelah itu, saat melihat anggaran, rencananya sudah berubah. Bagi para eksekutor, yang penting anggaran terbagi-bagi. Masalah angka kemiskinan biasanya diserahkan ke Tuhan. Itupun kalau masih ingat Tuhan”.
Penurunan angka kemiskinan dari 12,33 ke 6 persen sangat mungkin terjadi. Kalau pemerintah benar-benar bekerja. Selama ini, kemiskinan turun secara perlahan, atau sekitar 0,8 persen pertahun, itu terlihat seperti bukan karena hasil program kerja. Melainkan mirip-mirip sebagai konsekwensi banyaknya uang yang dihambur-hamburkan. Kalau program benar-benar dilaksanakan, secara efektif dan efisien, pasti lebih tajam lagi penurunan angka kemiskinan.
“Tak usah capek-capek buat program. Berdiri saja disimpang lima, panggil seluruh rakyat Aceh, lalu bagi semua anggaran. Turun juga angka kemiskinan. Mungkin lebih tajam lagi turunnya. Karena uangnya riil sampai ke tangan masyarakat. Kemiskinan justru tidak turun gara-gara banyaknya program. Uangnya tersangkut di tangan para pelaksana program”, begitu Said Muniruddin berseloroh.
Karena itu Said Muniruddin menutup, “Spirit atau kemauan yang kuat, atau yang disebut shared vision, dari level atas sampai ke bawah menjadi modal spiritual paling besar dalam membangun. Kita sudah punya semua. Uang ada, pegawai banyak, keahlian sudah tinggi. Kelihatanya hanya level kesadaran saja yang harus lebih ditingkatkan”.***
6sgg8i